Tampilkan postingan dengan label MAKALAH. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label MAKALAH. Tampilkan semua postingan
TOP

Cara Menulis Daftar Pustaka dari Internet

Cara menulis daftar pustaka dari internet yang benar ~ Berikut ini kami akan memberikan informasi menarik, berita unik dan tutorial tips & Trik yang tentunya sangat membantu anda serta menambah informasi. kali ini kami akan membahas tentang Cara menulis daftar pustaka dari internet yang benar secara lengkap dan mendetail, langsung saja silahkan baca info artikel berikut Ini :

cara menulis daftar pustaka dari internet yang benar
Cara menulis daftar pustaka dari internet yang benar - dapat anda baca dan ikuti langkah cara Cara menghapus mention di twitter ini di bawah ini :
  1.     Nama penulis yang diawali dengan penulisan nama keluarga
  2.     Judul tulisan diletakkan diantara tanda kutip
  3.     Jika karya tulis keseluruhan (jika ada) dengan huruf miring
  4.     Data publikasi berisi protocol dan alamat, path, tanggal pesan, atau waktu akses dilakukan.
  5.     Contoh penulisan daftar pustaka dari internet.

Dari WWW

1. Hasibuan, Rusli. “Menanam Jengkol di Bukit Kapur.” http://www.duniatani.or.id/riset/rusli
    /palawija_jengkol.html (diakses tanggal 12 Juni 2003)
2. Dari file transfer protocol (kutipan yang diunduh melalui FTP)
3. Johnson-Eilola, Jordan. “Little Machine: rearticulating Hypertext Users.” FTP deadalis.com/pug 
    cccc95/Johnson-eilola (diakses tanggal 10 Februari 1996)
4. Dari surat elektronik (Ratron / email)
5. Rahman, Afif. “Proposal Buku Sekolah Murah Meriah.” afif-r23@dodols.com (diakses tanggal 22 
    September 2009)

Daftar pustaka :
Utorodewo, Felicia N. Bahasa Indonesia: Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah. Jakarta: Universitas Indonesia, 2007. (Dipakai di lingkungan UI)

Semoga dengan artikel diatas tentang Cara menulis daftar pustaka dari internet yang benar anda dapat lebih mengerti dan memahami tutorial yang dapat membantu sesuai dengan kebutuhan anda saat ini.
TOP

MAKALAH BENCANA ALAM MERAPI, WASIOR DAN MENTAWAI TAHUN 2009/ 2010

MAKALAH BENCANA ALAM
MERAPI, WASIOR DAN MENTAWAI
TAHUN 2009/ 2010

Untuk Memenuhi Tugas Mata Pelajaran Geografi




















Disusun Oleh :
1. UMI HARYANI
2. ISTIFATUN HIKMAH




SEKOLAH MENENGAH ATAS NAHDLATUL ULAMA (SMANU)
JL RAYA DIENG KM 17 KEJAJAR, WONOSOBO
Tahun 2010/ 2011

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Maraknya pemberitaan tentang meletusnya Gunung Merapi dan juga berita tentang status gunung – gunung yang ada di Indonesia menjadi WASPADA. Akankah Gunung Semeru Meletus juga masih menjadi misteri. di susul berita Gunung Kelud, Gunung Bromo dan juga Gunung Ijen yang juga berstatus WASPADA. Tentu hal ini membuat kita juga harus mengetahui mengapa gunung – gunung berapi tersebut bisa meletus. Dilanjutkan dengan bencana alam banjir bandang Wasior.
Berita bencana banjir bandang Wasior sangat mengagetkan. Berita soal pembalakan liar sering menjadi tuduhan pertama terjadinya banjir bandang terutama di daerah yang banyak hutannya. Wasior yang berada di pinggir lebatnya hutan Papua pun mengalami banjir bandang. Bencana yang mengakibatkan kerusakan dan korban jiwa ini sengat mengerikan. Dengan kondisi lingkungan yang berupa pegunungan yang terjal mengakibatkan adanya kumpulan air yang mengakibatkan bencana tersebut
Bencana mentawai tak kalah menyedihkan yaitu gempa yang dirasakan tidak begitu besar namun menimbulkan gelombang pasang yang tinggi kurang lebih 15 m dibibir pantai. Dan 5-6 m didaratan. Mentawai tenggelam dibuatnya. Informasi yang kurang cepat dan tanggap menjadi persoalan yang pokok untuk diperhatikan agar korban jiwa dapat ditekan.
Luluh lantak akibat bencana menimbulkan kesedihan yang mendalam. Dimanakah letak penyebabnya? Konsep bencana alam sekarang ini menjadi-jadi. Ini agar kita selalu ingat kepada yang kuasa

B. Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah tersebut, masalah-masalah yang dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah penyebab terjadinya bencana merapi, wasior, mentawai ?
2. Bagaimana sikap kita dalam menghadapinya?

C. Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk menelaah dan memperhatikan gejala atau pergeseran alam atau lempengan yang terjadi. Sehingga akan menjadi perhatian khusus kita semua untuk selalu waspada tehadap gejala-gejala alam yang akan terjadi yang dapat menimbulkan bencana. Maka dari itu dalam makalah ini akan dibahas tentang :
1. Deskripsi bencana
2. Dengan membaca deskripsi penyebab bencana sehingga kita dapat mengetahui yang sebernarnya penyebab bencana terjadi. Sehingga tidak salah kaprah. 


BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Gunung Api, Banjir bandang, Tsunami
Namun, sebelumnya kita harus mengetahui apa itu Gunung Berapi. Gunung berapi adalah bukaan, atau rekahan, pada permukaan atau kerak Bumi, yang membenarkan gas, abu, dan batu cair yang panas bebas jauh di dalam bawah permukaan bumi. Aktivitas gunung berapi mengakibatkan extrusion of rock yang cenderung membentuk gunung atau ciri-ciri berbentuk gunung melalui tempo waktu yang lama.
Apa sebenarnya banjir bandang itu. Banjir bandang agak sedikit berbeda dengan bajir air biasa di Jakarta atau kota-kota Jawa Tengah akibat meluapnya Sungai Bengawan Solo. Banjir bandang terjadi secara mendadak disertai aliran deras campuran batu, kayu serta batu kerikil dan lumpur.
Kata tsunami berasal dari bahasa jepang, tsu berarti pelabuhan, dan nami berarti gelombang. Tsunami sering terjadi Jepang. Sejarah Jepang mencatat setidaknya 195 tsunami telah terjadi. Pada beberapa kesempatan, tsunami disamakan dengan gelombang pasang. Dalam tahun-tahun terakhir, persepsi ini telah dinyatakan tidak sesuai lagi, terutama dalam komunitas peneliti, karena gelombang pasang tidak ada hubungannya dengan tsunami. Persepsi ini dahulu populer karena penampakan tsunami yang menyerupai gelombang pasang yang tinggi. Tsunami dan gelombang pasang sama-sama menghasilkan gelombang air yang bergerak ke daratan, namun dalam kejadian tsunami, gerakan gelombang jauh lebih besar dan lebih lama, sehingga memberika kesan seperti gelombang pasang yang sangat tinggi. Meskipun pengartian yang menyamakan dengan "pasang-surut" meliputi "kemiripan" atau "memiliki kesamaan karakter" dengan gelombang pasang, pengertian ini tidak lagi tepat. Tsunami tidak hanya terbatas pada pelabuhan. Karenanya para geologis dan oseanografis sangat tidak merekomendasikan untuk menggunakan istilah ini.


B. Bencana Alam Yang Terjadi
a. Gunung Berapi


Berdasarkan data BNPB, jumlah korban meninggal akibat letusan Merapi sejak 26 Oktober sampai sekarang 151 orang, terdiri 135 orang di wilayah DIY dan 16 orang di Jawa Tengah. Sedangkan jumlah pengungsi seluruhnya 320.090 jiwa. Letusan merusak 291 rumah dan satu tanggul jebol di Desa Ngepos akibat luapan lahar dingin. [mdr]
Armi mengakui bahwa kejadian alam, terutama letusan gunung berapi, sulit dideteksi karena manusia tidak tahu jumlah atau volume magma di perut bumi. Para ahli seismologi hanya berpatokan alat pengukur getaran gempa sehingga tidak bisa melakukan prediksi.

Meskipun begitu, masyarakat bisa mengetahui tingkat letusan berdasarkan pengamatan. Jika semburan awan debu cukup tinggi berarti ada dorongan besar untuk mengeluarkan materi bumi. Di sisi lain, jika awan tidak terlalu tinggi, letusan lebih rendah karena energi keluar secara perlahan.

b. Wasior

Banjir bandang wasior memang bagaikan sunami yang menyapu bersih wilayah kota Wasior di Papua Barat. Pasca banjir bandang melanda Kota Wasior, Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat, Senin (4/10). Sekitar 103 jiwa masih dicari oleh Tim Penanggulangan Bencana Banjir Bandang Wasior.
 
Sejumlah sarana dan prasarana pemerintahan serta rumah rakyat hancur diterpa air banjir bandang wasior. Data terakhir yang dihimpun pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana menyebutkan bahwa korban tewas mencapai 145 orang dan luka 185 orang. Korban luka dirawat di RSUD Manokwari, RS Angkatan Laut Manokwari dan RSUD Nabire. Sementara itu, berdasarkan hasil kunjungan Menko Kesra dan Mensos pada Sabtu (9/10) diketahui bahwa kondisi Wasior pascabanjir sangat memprihatinkan dan dipenuhi bebatuan, kayu dan lumpur. Menurut dia, Wasior pada saat ini sangat membutuhkan alat berat untuk menyingkirkan endapan lumpur dan mencari korban hilang.

c. Mentawai
Peristiwa gempa bumi yang terjadi di Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, ternyata menimbulkan gelombang tsunami. Namun, gelombang tsunami itu terbilang kecil. Berdasarkan pengakuan seorang warga Desa Malakopa, Pagai Selatan, Kepulauan Mentawai, Marsono (30), gelombang tsunami terjadi sekira pukul 23.00 WIB tak lama setelah kawasan tersebut diguncang gempa 7,2 skala richter. “Air laut naik ke darat hingga mencapai satu kilometer. Puluhan rumah di sini rusak,” ujar Marsono kepada okezone, Selasa (26/10/2010).
Kendati demikian, pihaknya belum menerima kabar tentang korban jiwa. Sebab, saat gempa bumi terjadi, ratusan warga langsung menyelamatkan diri ke lokasi yang lebih aman. Mengingat, kawasan tersebut pernah hancur karena gempa dan tsunami.
Pengakuan serupa juga diutarakan Anggota DPRD Mentawai Ian Winen Sipayung. Menurutnya, ratusan rumah di Desa Silabum Pagai Utara, Mentawai juga rusak diterjang air laut usai gempa. Saat ini, pihaknya masih mencari tahu dampak dari peristiwa ini.
“Data yang baru diterima puluhan rumah warga dan sebuah puskesmas sudah hancur. Kami kesulitan mencari info karena lokasi kejadian sulit dijangkau,” pungkasnya.

PADANG - Setelah melakukan finalisasi data korban tewas akibat gempa dan tsunami Mentawai, akhirnya Pemerintah Kabupaten Kepulauan Mentawai Sumatera Barat menetapkan korban yang meninggal akibat bencana alam pada 25 Oktober tersebut sebanyak 456 orang.
“Data final yang telah diverifikasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah itu sebanyak 456 jiwa meninggal, itu telah diserahkan kepada Wakil Gubernur pada 18 November lalu,” katanya, Minggu (21/11/2010). Data yang telah divalidasikan itu adalah di Kecamatan Pagai Selatan korban tewas sebanyak 156 orang di Desa Malakkopa terdiri dari Dusun Purourougat 53 orang, Dusun Erukparaboat (32), Dusun Beleraksok (30). Sedangkan di Desa Bulasat terdiri dari Dusun Bulasat 1 orang dan Dusun Maonai (40).
Di Kecamatan Pagai Utara, jumlah yang meninggal sebanyak 268 orang yang terbagi dalam dua desa, yakni Desa Betumonga yang mencakup Dusun Muntei 137 orang, Dusun Baru-Baru (3), Dusun Sabeuguggung (121). Sedangkan di Desa Silabu meliputi Dusun Tumalei (1), Dusun Gogoa’ (5), dan Dusun Maguiruk (1).
Di Kecamatan Sikakap ada sembilan orang yang terbagi dalam satu desa yakni Desa Taikako. Sementara di Kecamatan Sipora Selatan korban jiwa akibat gempa dan tsunami sebanyak 23 orang. Jumlah itu masuk dalam dua desa yaitu Beriulou dan Bosua.

C. Penyebab Terjadinya Bencana
a. Gunung Berapi
TEMPO Interaktif, Bandung - Tumbukan lempeng Indo Australia dengan lempeng Eurasia diduga kuat menjadi penyebab aktifnya gunung-gunung api di Indonesia akhir-akhir ini, termasuk Merapi. Pasalnya, gunung api itu berada di zona subduksi atau tumbukan yang sama.
Pakar gempa bumi dari Institut Teknologi Bandung Sri Widiantoro mengatakan gunung api seperti Anak Krakatau, Papandayan, dan Merapi, berada di satu zona subduksi lempeng Indo Australia dengan lempeng Eurasia. Walau berada di jalur yang sama, ia sepakat dengan kalangan ahli geologi yang menyatakan tidak ada hubungan peningkatan aktivitas antar gunung.
“Dapur magma setiap gunung itu lokal saja sifatnya, tapi semua magma berada di zona tumbukan yang sama,” katanya, hari ini. Pergerakan lempeng di zona subduksi yang sedang meningkat itulah yang membangunkan gunung-gunung api yang kurang aktif.

Dalam kurun 50 tahun terakhir, guru besar bidang seismologi itu menjelaskan aktivitas lempeng saat ini tergolong luar biasa. Alasannya, subduksi mampu menimbulkan gempa besar dan tsunami di Aceh, tsunami Mentawai, dan letusan Merapi yang hebat.

Besarnya pergerakan lempeng kali ini, kata dia, harus diukur oleh ahli geodesi atau juga memakai Global Positioning System (GPS). Sejauh ini, di sebelah barat Pulau Sumatera dan selatan Pulau Jawa, misalnya, lempeng Indo Australia bergerak mendesak lapisan Eurasia rata-rata 7 sentimeter per tahun. Namun di wilayah Indonesia timur, pergerakannya lebih cepat, yaitu 10 sentimeter per tahun.

Walau pergerakan lempeng bisa berdampak pada aktivitas gunung api dan mengakibatkan gempa bumi, namun dia membantah anggapan sebagian orang yang mengira aktivitas gunung api akan menimbulkan atau menjadi pertanda kemunculan gempa besar. Gempa vulkanik gunung api, menurut dia, terlalu kecil untuk membangkitkan gempa tektonik. “Apakah sebelum gempa besar ada gunung yang meletus? Malah setelah gempa Aceh, gunung-gunung api lainnya jadi aktif kan,” katanya.

Sri Widiantoro memperkirakan gempa disertai tsunami di Mentawai 25 Oktober lalu, besar kemungkinan memicu peningkatan aktivitas Gunung Anak Krakatau akhir-akhir ini karena jaraknya cukup dekat. Tapi kecil kemungkinan ikut mendorong Merapi meletus lantaran jaraknya yang jauh.
Adapun peneliti hujan asam di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Bandung, Tuti Budiawati, mengatakan, dalam kurun 3 tahun terakhir, terlihat ada pola puncak peningkatan aktivitas gunung-gunung api di Indonesia. Hal itu terlihat dari semburan gas belarang atau sulfur dioksida (SO2) yang tinggi ke udara. “Puncaknya selalu pada musim hujan, antara Oktober hingga Januari,” kata Tuti di kantornya.
Keadaan Gunung Merapi, dinilai Armi, bisa digolongkan aman jika letusan dan aktivitas Merapi telah benar-benar turun. Jangka waktu yang diberikan dari penghentian aktivitas pun setidaknya dua bulan.

b. Bencana Wasior
Banjir bandang merupakan suatu proses aliran air yang deras dan pekat karena disertai dengan muatan masif bongkah-bongkah batuan dan tanah (sering pula disertai dengan batang-batang kayu) yang berasal dari arah hulu sungai. Selain berbeda dari segi muatan yang terangkut di dalam aliran air tersebut, banjir bandang ini juga berbeda dibandingkan banjir biasa. Sebab, dalam proses banjir ini, terjadi kenaikan debit air secara tiba-tiba dan cepat meskipun tidak diawali dengan turunnya hujan.

Pemukiman di lereng bukit harus selalu memperhatikan kondisi bukit diatasnya.
Banjir ini terjadi umumnya dengan diawali oleh proses pembendungan alamiah di daerah hulu sungai yang berada pada lereng-lereng perbukitan tinggi. Pembendungan alamiah ini sering terjadi sebagai akibat terakumulasinya endapan-endapan tanah dan batuan yang longsor dari bagian atas lereng. Proses pembendungan alamiah ini dapat terjadi secara lebih cepat apabila disertai dengan penumpukan batang-batang kayu yang terseret saat longsor terjadi.

Kondisi cuaca ekstrim memungkinkan sebagai pemicu longsoran dan banjir bandang.
Coba perhatikan muka air tanah (warna biru) yang terpotong oleh garis-garis terputus. Disitu berarti air tanahnya terkuak dan air tanah itu keluar seperti mata air yang akhirnya menjadi sumber air ketika longsoran itu berubah menjadi banjir air lumpur pada akhirnya.
Tentusaja lebih mudah dimengerti apabila kita melihat cara tiga dimensi. Seperti morfologi dari sekitar Wasior.

Peta Wasior, Terlihat bukit di atas Wasior membentuk sebuah lembah panjang yang memungkinkan terbentuknya bendungan alami.
Kita lihat pada peta diatas bahwa Wasior terletak dibagian bawah dari sebuah bukit memanjang yg dikenal dengan nama Semenanjung Wandamen (Semenanjung Wasior) … trimakasih koreksinya Mas Ismail Widodo
Lihat disebelah Selatan Wasior terdapat bentuk kipas aluvial yang rona cerah. Ini menunjukkan bahwa daerah ini memang sangat rentan dan sangat rawan terjadinya banjir bandang.

c. Bencana Mentawai
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika melaporkan, gempa berkekuatan 7,2 skala Richter (SR) kemudian disusul gempa dengan kekuatan 6,1 SR dan 6,2 SR pada lima dan delapan jam dari gempa pertama di wilayah yang sama. Pusat kedalaman gempa sekitar 20,6 kilometer di bawah laut. Gempa ini membuat Pusat Pengawasan Tsunami Pasifik yang berbasis di Amerika Serikat mengeluarkan peringatan tsunami dan memberikan tata cara penyelamatan meski beberapa saat kemudian dibatalkan. Indonesia dikenal berada dalam lingkaran yang disebut Ring of Fire yang merupakan pertemuan dari patahan kontinental serta mengakibatkan aktivitas vulkanik dan seismik.


BAB III PENUTUP

A. Simpulan
Memperhatikan bencana yang terjadi secara bertubi-tubi yang dialami bangsa Indonesia. Maka dilihat secara umum disebabkan oleh ulah manusia dan dikarenakan kondidi bangsa Indonesia yang rawan akan bencana alam terutama gunung berapi dan gempa bumi yang dapat menimbulkan tsunami. Indonesia dikenal berada dalam lingkaran yang disebut Ring of Fire yang merupakan pertemuan dari patahan kontinental serta mengakibatkan aktivitas vulkanik dan seismik. Jadi bencana alam akan terjadi jika terjadi pergeseran lempeng dunia.
B. Saran
Karena bangsa Indesia berada pada posisi Ring of Fire yang merupakan pertemuan dari patahan kontinental serta mengakibatkan aktivitas vulkanik dan seismik. Akan menimbulkan dampak sering terjadinya bencana alam maka dari itu sudah sepantasnya warga Indonesia harus selalu dalam posisi waspada.
TOP

Makalah Peranan Perpustakaan Di SD N 1 Parikesit

Tema       : Pendidikan
Masalah  : Rendahnya pengetahuan umum siswa di SDN 1 Parikesit
Judul        : “Pengaruh Perpustakaan Sekolah terhadap Peningkatan Pengetahuan  
                   Umum Siswa di SDN 1 Parikesit
Oleh        : DULMUFIT

Alamat    : Parikesit, Kec. Kejajar, Kab. Wonosobo 

ABSTRAKSI

Yang kita rasakan sekarang adalah adanya ketertinggalan didalam mutu pendidikan. Baik pendidikan formal maupun informal. Dan hasil itu diperoleh setelah kita membandingkannya dengan negara lain. Pendidikan memang telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia untuk pembangunan bangsa. Oleh karena itu, kita seharusnya dapat meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang tidak kalah bersaing dengan sumber daya manusia di negara-negara lain.

Di SD N 1 Parikesit pengetahuan umum siswa rendah setelah ditelaah secara lebih teliti. Dimana penggunaan fasilitas perpustakaan belum maksimal. Rendahnya jumlah siswa yang berkunjung ke perpustakaan dalam setiap minggunnya menjadi tugas bagi semua pihak di sekolah. Kerjasama guru untuk meningkatkan belajar siswa di perpustakaan sangat diharapkan. Karena untuk memaksimalkan fungsi dan peranan perpustakaan terutama di SD N 1 Parikesit. Agar pengetahuan umum siswa dapat meningkat.

Setelah kita amati, nampak jelas bahwa masalah yang serius dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya pengetahuan umum siswa Di SD N 1 Prikesit, baik pendidikan formal maupun informal. Dan hal itulah yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan yang menghambat penyediaan sumber daya menusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang.


BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ilmu pengetahuan dan teknologi selalu berkembang dan mengalami kemajuan, sesuai dengan perkembangan zaman dan perkembangan cara berpikir manusia. Bangsa Indonesia sebagai salah satu negara berkembang tidak akan bisa maju selama belum memperbaiki kualitas sumber daya manusia bangsa kita. Kualitas hidup bangsa dapat meningkat jika ditunjang dengan sistem pendidikan yang mapan. Dengan sistem pendidikan yang mapan, memungkinkan kita berpikir kritis, kreatif, dan produktif.

Dalam UUD 1945 disebutkan bahwa negara kita ingin mewujudkan masyarakat yang cerdas. Untuk mencapai bangsa yang cerdas, harus terbentuk masyarakat belajar. Masyarakat belajar dapat terbentuk jika memiliki kemampuan dan keterampilan mendengar dan minat baca yang besar. Apabila membaca sudah merupakan kebiasaan dan membudaya dalam masyarakat, maka jelas buku tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari dan merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi.

Dalam dunia pendidikan, buku terbukti berdaya guna dan bertepat guna sebagai salah satu sarana pendidikan dan sarana komunikasi. Dalam kaitan inilah perpustakaan dan pelayanan perpustakaan harus dikembangkan sebagai salah satu instalasi untuk mewujudkan tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Perpustakaan merupakan bagian yang vital dan besar pengaruhnya terhadap mutu pendidikan.
Judul makalah ini sengaja dipilih karena menarik perhatian penulis untuk dicermati dan perlu mendapat dukungan dari semua pihak yang peduli terhadap dunia pendidikan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah tersebut, masalah-masalah yang dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.    Bagaimana deskripsi peran perpustakaan terhadap pelaksanaan program pendidikan di sekolah ?
2.    Bagaimana deskripsi cara agar perpustakaan sekolah benar-benar dapat meningkatkan Pengetahuan umum siswa?

C. Tujuan
Sesuai dengan judul makalah ini “ Pengaruh Perpustakaan Sekolah terhadap Peningkatan Pengetahuan Umum Siswa di SDN 1 Parikesit ”, terkait dengan pelaksanaan program pendidikan di sekolah dan fungsi serta sumbangan perpustakaan terhadap pelaksanaan program tersebut.
Berkaitan dengan judul tersebut, maka tujuan makalah ini adalah sebagai berikut yaitu untuk mengetahui :
1.    Peran perpustakaan terhadap pelaksanaan program pendidikan di sekolah
2.    Cara agar perpustakaan dapat berfungsi secara maksimal sehingga akan meningkatkan pengetahuan umum siswa.
3.    Peran perpustakaan terhadap mutu pendidikan

D. Manfaat
1.    Manfaat Praktis
a.    Siswa
Diharapkan melalui perpustakaan dapat meningkatkan pengetahuan umum siswa dan  pengetahuan serta hasil belajar siswa menjadi lebih baik
b.    Guru
Penggunaan fasilitas perustakaan dapat di optimalkan. Guru akan lebih mudah mendapatkan pengetahuan umum melalui perpustakaan.
c.    Sekolah  
Dengan adanya perpustakaan akan meningkatkan mutu pendidikan pada umumnya.


BAB II I S I

A.    Landasan Teori
a.    Tujuan perpustakaan sekolah.
Tujuan utama penyelenggaraan perpustakaan sekolah adalah meningkatkan mutu pendidikan bersama-sama dengan unsur-unsur sekolah lainnya. Sedangkan tujuan lainnya adalah menunjang, mendukung, dan melengkapi semua kegiatan baik kurikuler, ko-kurikuler dan ekstra kurikuler, di samping dimaksudkan pula dapat membantu menumbuhkan minat dan mengembangkan bakat murid serta memantapkan strategi belajar mengajar.
Namun secara operasional tujuan perpustakaan sekolah bila dikaitkan dengan pelaksanaan program di sekolah, diantaranya adalah :
1.    Memupuk rasa cinta, kesadaran, dan kebiasaan membaca.
2.    Membimbing dan mengarahkan teknik memahami isi bacaan.
3.    Memperluas pengetahuan para siswa.
4.     Membantu mengembangkan kecakapan berbahasa dan daya pikir para siswa dengan menyediakan bahan bacaan yang bermutu.
5.    Membimbing para siswa agar dapat menggunakan dan memelihara bahan pustaka dengan baik.
6.    Memberikan dasar-dasar ke arah studi mandiri.
7.    Memberikan kesempatan kepada para siswa untuk belajar bagaimana cara menggunakan perpustakaan dengan baik, efektif dan efisien, terutama dalam menggunakan bahan-bahan referensi.
8.    Menyediakan bahan-bahan pustaka yang menunjang pelaksaanan program kurikulum di sekolah baik yang bersifat kurikuler, kokurikuler, maupun ekstra kurikuler.

b. Fungsi perpustakaan sekolah.
Berdasarkan tujuan perpustakaan sekolah, maka dapat dirumuskan beberapa fungsi perpustakaan, sebagai berikut :
1. Fungsi Edukatif.
Yang dimaksud dengan fungsi edukatif adalah perpustkaan menyediakan bahan pustaka yang sesuai dengan kurikulum yang mampu membangkitkan minat baca para siswa, mengembangkan daya ekspresi, mengembangkan kecakapan berbahasa, mengembangkan gaya pikir yang rasional dan kritis serta mampu membimbing dan membina para siswa dalam hal cara menggunakan dan memelihara bahan pustaka dengan baik.

2. Fungsi Informatif.
Yang dimaksud dengan fungsi informatif adalah perpustakaan menyediakan bahan pustaka yang memuat informasi tentang berbagai cabang ilmu pengetahuan yang bermutu dan uptodate yang disusun secara teratur dan sistematis, sehingga dapat memudahkan para petugas dan pemakai dalam mencari informasi yang diperlukannya.

3. Fungsi Administratif
Yang dimaksudkan dengan fungsi administratif ialah perpustakaan harus mengerjakan pencatatan, penyelesaian dan pemrosesan bahan-bahan pustaka serta menyelenggarakan sirkulasi yang praktis, efektif, dan efisien.

4. Fungsi Rekreatif.
Yang dimaksudkan dengan fungsi rekreatif ialah perpustakaan disamping menyediakan buku-buku pengetahuan juga perlu menyediakan buku-buku yang bersifat rekreatif (hiburan) dan bermutu, sehingga dapat digunakan para pembaca untuk mengisi waktu senggang, baik oleh siswa maupun oleh guru.

5. Fungsi Penelitian
Yang dimaksudkan dengan fungsi penelitian ialah perpustakaan menyediakan bacaan yang dapat dijadikan sebagai sumber / obyek penelitian sederhana dalam berbagai bidang studi.

c. Sumbangan perpustakaan terhadap pelaksanaan program pendidikan di sekolah.
Bila diperhatikan secara jenih, maka perpustakan sekolah sesungguhnya memberikan sumbangan terhadap pelaksanaan program pendidikan di sekolah. Sumbangan / peranan perpustakaan antara lain :
1.    Perpustakaan merupakan sumber ilmu pengetahuan dan pusat kegiatan belajar.
2.     Perpustakaan merupakan sumber ide-ide baru yang dapat mendorong kemauan para siswa untuk dapat berpikir secara rasional dan kritis serta memberikan petunjuk untuk mencipta.
3.    Perpustakaan akan memberikan jawaban yang cukup memuaskan bagi para siswa, sebagai tuntutan rasa keingintahuan terhadap sesuatu, benar-benar telah terbangun.
4.    Kumpulan bahan pustaka (koleksi) di perpustakaan memberika kesempatan membaca bagi para siswa yang mempunyai waktu dan kemampuan yang beraneka ragam.
5.    Perpustakaan memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mempelajari cara mempergunakan perpustakaan yang efisien dan efektif.
6.    Perpustakaan akan membantu para siswa dalam meningkatkan dalam kemampuan membaca dan memperluas perbendaharaan bahasa.
7.    Perpustakaan dapat menimbulkan cinta membaca, sehingga dapat mengarahkan selera dan apresiasi siswa dalam pemilihan bacaan.
8.    Perpustakaan memberikab kepuasan akan pengetahuan di luar kelas.
9.    Perpustakaan merupakan pusat rekreasi yang dapat memberikan hiburan yang sehat.
10.    Perpustakaan memberikan kesempatan kepada para siswa dan guru untuk mengadakan penelitian.
11.    Perpustakaan merupakan batu loncatan bagi para siswa untuk melanjutkan kebiasaan hidup membaca di sekolah yang lebih tinggi.
12.    Kegairahan / minat baca siswa yang telah dikembangkan melalui perpustakaan sangat berpengaruh positif terhadap prestasi belajarnya.
13.    Bila minat membaca sudah tumbuh dan berkembang pada diri siswa, maka perpustakaan juga dapat mengurangi jajan anak, yang ini biasanya dapat berpengaruh negatif terhadap kesehatan anak.
14.    Bahkan perpustakaan juga bagi anak-anak dapat menjauhkan diri dari tindakan kenakalan, yang bisa menimbulkan suasana kurang sehat dalam hubungan berteman diantara mereka.

B.    Metodologi
Makalah ini merupakan suatu penelitian yang membahas pemasalahan yang terjadi di SD N 1 Parikesit dimana penggunaan fasilitas perpustakaan belum maksimal.
Yang dilakukan peneliti melalui beberapa tahapan diantaranya ; pada tahap I peneliti mencari data tentang tujuan dan fungsi perpustakaan. Pada tahap II peneliti menanyakan siswa untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan umum yang mereka kuasai. Pada tahap III peneliti melakukan observasi terhadap jumlah kunjungan siswa ke perpustakaan. Pada tahap IV peneliti berkolerasi dengan rekan guru untuk membahas tentang bagaimana caranya untuk meningkatkan kunjungan siswa ke perpustakaan dengan tujuan agar pengetahuan siswa dapat meningkat. Pada tahap V melihat kunjungan siswa selama sepekan setelah adanya cara untuk meningkatkan kunjungan siswa
Perpustakaan merupakan bagian intergral dari lembaga pendidikan sebagai tempat kumpulan bahan pustaka, baik berupa buku maupun bukan buku. Sesuai dengan judul makalah ini, pembahasan meliputi tujuan perpustakaan, fungsi perpustakaan dan sumbangan perpustakaan terhadap pelaksanaan program pendidikan.

C.    Paparan Hasil
a.    Pengetahuan umum siswa yang masih kurang
Peneliti menggali pengetahuan umum siswa. Pengetahuan umum yang dimaksud adalah pengetahuan yang di telaah secara umum. Dimana kemampuan siswa di uji dengan tes langsung maupun wawancara. Dilaksanakan dengan bertanya langsung ke siswa, misalnya pengetahuan tokoh popular tentang penemu, tentang cara menanam kentang, cara menanam jagung, tentang pembuatan karya siswa sesuai dengan yang seharusnya mereka kuasai, berapa kali gosok gigi sehari dll. Dari bererapa pertanyaan yang diajukan ternyata banyak yang belum mereka keasai. Semua pertanyaan yang diajukan erat kaitannya dengan keberadaan perpustakaan.  
    Ternyata setelah di identifikasi hasil kunjungan siswa keperpustakaan rendah dimana pengetahuan siswa yang di dapat di perpustakaan tidak maksimal. Jumlah kunjungan siswa dalam waktu satu minggu hanya sekitar 20 siswa atau hanya rata-rata 15 % dari 140 siswa yang ada. Ini berarti kurang optimalnya penggunaan fasilitas perpustakaan yang ada.
    Dampak rendahnya pengetahuan umum siswa sangat dirasakan pada saat guru menanyakan tentang hal pada umumnya yang seharusnya mereka tahu namun mereka ternyata belum mengetahuinya.

b.    Solusi meningkatkan kunjungan siswa ke perpustakaan untuk belajar
Cara untuk meningkatkan kunjungan siswa ke perpustakaan dilakukan dengan cara :
1.    Guru memberikan tugas dimana materinya diminta mencari di perpustakaan
2.    Guru memberikan arahan agar siswa untuk menambah pengetahuannya dengan membaca buku-buku diperpustakaan
3.    Adanya kartu perpustakaan yang dimiliki anggota
4.    Hadiah bagi anak-anak yang tekun serta sering belajar di perpustakaan secara tertib

c.    Hasil yang di capai setelah diterapkan cara tersebut.
1.    Siswa dapat dengan mudah menjawab pertanyaan seputar pengetahuan umum
2.    Hasil kunjungan siswa meningkat dalam satu minggu yaitu sekitar rata-rata 60 siswa atau sekitar 40 % dari 140 siswa dalam satu minggu
3.    Hasil pengerjaan siswa tentang hasta karya lebih kreatif
4.    Konsentrasi belajar siswa meningkat.

BAB III PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan uraian bahasan “Peranan Perpustakaan Sekolah terhadap peningkatan pengetahuan umum siswa di SDN 1 Parikesit” dapat disimpulkan bahwa :
1.    Peranan perpustakaan sangat menunjang prestasi pendidikan di sekolah.
2.    Perpustakaan sangat penting dan harus ada pada setiap sekolah di semua jenjang pendidikan.
3.    Pengelolaan perpustakaan harus dilaksanakan sesuai dengan tujuan dan fungsinya

B. Saran
Bertolak dari peranan perpustakaan yang begitu banyak sumbangsihnya dalam pelaksanaan program pendidikan di sekolah, penyusun memberikan saran sebagai berikut:
1.    Sebaiknya perpustakaan dikelola sesuai dengan tujuan dan fungsinya.
2.    Peran pengelola perpustakaan  pustakawan yang profesional hendaknya mendapatkan bekal yang cukup sehingga menjadi pustakawan yang handal dan profesional.

DAFTAR PUSTAKA

Pidarta, Prof. Dr. Made. 2004. Perpustakaan Indonesia.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Sayapbarat.Wordpress./ 2007/08/29/masalah-pendidikan-di-indonesia.
~ oleh Lhani di/pada Maret 8, 2009.
Djon jue. Pedoman klasifikasi perpustakaan DDC.
Jakarta : PT Tiga Serangkai. 1998





TOP

Makalah Masalah Pendidikan di Indonesia

I.    PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999).
Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.
Memasuki abad ke- 21 dunia pendidikan di Indonesia menjadi heboh. Kehebohan tersebut bukan disebabkan oleh kehebatan mutu pendidikan nasional tetapi lebih banyak disebabkan karena kesadaran akan bahaya keterbelakangan pendidikan di Indonesia. Perasan ini disebabkan karena beberapa hal yang mendasar.
Salah satunya adalah memasuki abad ke- 21 gelombang globalisasi dirasakan kuat dan terbuka. Kemajaun teknologi dan perubahan yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di tengah-tengah dunia yang baru, dunia terbuka sehingga orang bebas membandingkan kehidupan dengan negara lain.
Yang kita rasakan sekarang adalah adanya ketertinggalan didalam mutu pendidikan. Baik pendidikan formal maupun informal. Dan hasil itu diperoleh setelah kita membandingkannya dengan negara lain. Pendidikan memang telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia untuk pembangunan bangsa. Oleh karena itu, kita seharusnya dapat meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang tidak kalah bersaing dengan sumber daya manusia di negara-negara lain.
Setelah kita amati, nampak jelas bahwa masalah yang serius dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Dan hal itulah yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan yang menghambat penyediaan sumber daya menusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang.
Kualitas pendidikan Indonesia yang rendah itu juga ditunjukkan data Balitbang (2003) bahwa dari 146.052 SD di Indonesia ternyata hanya delapan sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP). Dari 20.918 SMP di Indonesia ternyata juga hanya delapan sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years Program (MYP) dan dari 8.036 SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program (DP).
Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain adalah masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran. Hal tersebut masih menjadi masalah pendidikan di Indonesia pada umumnya. Adapun permasalahan khusus dalam dunia pendidikan yaitu:
(1). Rendahnya sarana fisik,
(2). Rendahnya kualitas guru,
(3). Rendahnya kesejahteraan guru,
(4). Rendahnya prestasi siswa,
(5). Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,
(6). Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan,
(7). Mahalnya biaya pendidikan.
Permasalahan-permasalahan yang tersebut di atas akan menjadi bahan bahasan dalam makalah yang berjudul “ Rendahnya Kualitas Pendidikan di Indonesia” ini.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana ciri-ciri pendidikan di Indonesia?
2. Bagaimana kualitas pendidikan di Indonesia?
3. Apa saja yang menjadi penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia?
4. Bagaimana solusi yang dapat diberikan dari permasalahan-permasalahan pendidikan di Indonesia?
C. Tujuan Penulisan
1. Mendeskripsikan ciri-ciri pendidikan di Indonesia.
2. Mendeskripsikan kualitas pendidikan di Indonesia saat ini.
3. Mendeskripsikan hal-hal yang menjadi penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia.
4. Mendeskripsikan solusi yang dapat diberikan dari permasalahan-permasalahan pendidikan di Indonesia.
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Pemerintah
Bisa dijadikan sebagai sumbangsih dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
2. Bagi Guru
Bisa dijadikan sebagai acuan dalam mengajar agar para peserta didiknya dapat berprestasi lebih baik dimasa yang akan datang.

3. Bagi Mahasiswa
Bisa dijadikan sebagai bahan kajian belajar dalam rangka meningkatkan prestasi diri pada khususnya dan meningkatkan kualitas pendidikan pada umumnya.

2. METODOLOGI
Penelitian ini merupakan suatu penelitian yang membahas pemasalahan yang popular di Indonesia sedang terjadi dimana masalah pendidikan menempati urutan yang tinggi dimana. Hasil pendidikan dipertanyakan saat ini? Peneliti melihat pendataan di internet di saurce : Edstats database Indonesia rasio siswa guru Indonesia termasuk salah satu terendah di dunia.
Yang dilakukan peneliti melalui beberapa tahapan diantaranya ; pada tahap I peneliti mencari data valid yang dikeluarkan oleh badan yang resmi di Internet tentang data tentang kwalitas dan mutu pendidikan. Pada tahap II peneliti melihat hasil pendidikan secara kwalitatif dan kwantitatif yang dilakukan secara langsung kepada dinas pendidikan dan kebudayaan maupun dengan membaca koran dan majalah yang membahas tentang pendidikan di Indonesia. Pada tahap III peneliti melihat korelasi hasil pendidikan saat ini. Pada tahap IV peneliti melihat tahapan pemerintah yang dilakukan untuk mengatasi masalah pendidikan saat ini. Peneliti yang sebagai seorang guru di SD N 1 Parikesit, Kejajar, Wonosobo, juga merasakan terekena dampak yang signifikan dimana peneliti mengalami kurikulum yang sering berganti.





3. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Ciri-ciri Pendidikan di Indonesia
Cara melaksanakan pendidikan di Indonesia sudah tentu tidak terlepas dari tujuan pendidikan di Indonesia, sebab pendidikan Indonesia yang dimaksud di sini ialah pendidikan yang dilakukan di bumi Indonesia untuk kepentingan bangsa Indonesia.
Aspek ketuhanan sudah dikembangkan dengan banyak cara seperti melalui pendidikan-pendidikan agama di sekolah maupun di perguruan tinggi, melalui ceramah-ceramah agama di masyarakat, melalui kehidupan beragama di asrama-asrama, lewat mimbar-mimbar agama dan ketuhanan di televisi, melalui radio, surat kabar dan sebagainya. Bahan-bahan yang diserap melalui media itu akan berintegrasi dalam rohani para siswa/mahasiswa.
Pengembangan pikiran sebagian besar dilakukan di sekolah-sekolah atau perguruan-perguruan tinggi melalui bidang studi-bidang studi yang mereka pelajari. Pikiran para siswa/mahasiswa diasah melalui pemecahan soal-soal, pemecahan berbagai masalah, menganalisis sesuatu serta menyimpulkannya.
B. Kualitas Pendidikan di Indonesia
Seperti yang telah kita ketahui, kualitas pendidikan di Indonesia semakin memburuk. Hal ini terbukti dari kualitas guru, sarana belajar, dan murid-muridnya. Guru-guru tentuya punya harapan terpendam yang tidak dapat mereka sampaikan kepada siswanya. Memang, guru-guru saat ini kurang kompeten. Banyak orang yang menjadi guru karena tidak diterima di jurusan lain atau kekurangan dana. Kecuali guru-guru lama yang sudah lama mendedikasikan dirinya menjadi guru. Selain berpengalaman mengajar murid, mereka memiliki pengalaman yang dalam mengenai pelajaran yang mereka ajarkan. Belum lagi masalah gaji guru. Jika fenomena ini dibiarkan berlanjut, tidak lama lagi pendidikan di Indonesia akan hancur mengingat banyak guru-guru berpengalaman yang pensiun.
Sarana pembelajaran juga turut menjadi faktor semakin terpuruknya pendidikan di Indonesia, terutama bagi penduduk di daerah terbelakang. Namun, bagi penduduk di daerah terbelakang tersebut, yang terpenting adalah ilmu terapan yang benar-benar dipakai buat hidup dan kerja. Ada banyak masalah yang menyebabkan mereka tidak belajar secara normal seperti kebanyakan siswa pada umumnya, antara lain guru dan sekolah.
“Pendidikan ini menjadi tanggung jawab pemerintah sepenuhnya,” kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono usai rapat kabinet terbatas di Gedung Depdiknas, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta, Senin (12/3/2007).
Presiden memaparkan beberapa langkah yang akan dilakukan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, antara lain yaitu:
•Langkah pertama yang akan dilakukan pemerintah, yakni meningkatkan akses terhadap masyarakat untuk bisa menikmati pendidikan di Indonesia. Tolak ukurnya dari angka partisipasi.
•Langkah kedua, menghilangkan ketidakmerataan dalam akses pendidikan, seperti ketidakmerataan di desa dan kota, serta jender.
•Langkah ketiga, meningkatkan mutu pendidikan dengan meningkatkan kualifikasi guru dan dosen, serta meningkatkan nilai rata-rata kelulusan dalam ujian nasional.
•Langkah keempat, pemerintah akan menambah jumlah jenis pendidikan di bidang kompetensi atau profesi sekolah kejuruan. Untuk menyiapkan tenaga siap pakai yang dibutuhkan.
•Langkah kelima, pemerintah berencana membangun infrastruktur seperti menambah jumlah komputer dan perpustakaan di sekolah-sekolah.
•Langkah keenam, pemerintah juga meningkatkan anggaran pendidikan. Untuk tahun ini dianggarkan Rp 44 triliun.
•Langkah ketujuh, adalah penggunaan teknologi informasi dalam aplikasi pendidikan.
•Langkah terakhir, pembiayaan bagi masyarakat miskin untuk bisa menikmati fasilitas penddikan.

C. Penyebab Rendahnya Kualitas Pendidikan di Indonesia
Di bawah ini akan diuraikan beberapa penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia secara umum, yaitu:
1. Efektifitas Pendidikan Di Indonesia
Pendidikan yang efektif adalah suatu pendidikan yang memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian, pendidik (dosen, guru, instruktur, dan trainer) dituntut untuk dapat meningkatkan keefektifan pembelajaran agar pembelajaran tersebut dapat berguna.
Efektifitas pendidikan di Indonesia sangat rendah. Setelah praktisi pendidikan melakukan penelitian dan survey ke lapangan, salah satu penyebabnya adalah tidak adanya tujuan pendidikan yang jelas sebelm kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Hal ini menyebabkan peserta didik dan pendidik tidak tahu “goal” apa yang akan dihasilkan sehingga tidak mempunyai gambaran yang jelas dalam proses pendidikan. Jelas hal ini merupakan masalah terpenting jika kita menginginkan efektifitas pengajaran. Bagaimana mungkin tujuan akan tercapai jika kita tidak tahu apa tujuan kita.
Selama ini, banyak pendapat beranggapan bahwa pendidikan formal dinilai hanya menjadi formalitas saja untuk membentuk sumber daya manusia Indonesia. Tidak perduli bagaimana hasil pembelajaran formal tersebut, yang terpenting adalah telah melaksanakan pendidikan di jenjang yang tinggi dan dapat dianggap hebat oleh masyarakat. Anggapan seperti itu jugalah yang menyebabkan efektifitas pengajaran di Indonesia sangat rendah. Setiap orang mempunyai kelebihan dibidangnya masing-masing dan diharapkan dapat mengambil pendidikaan sesuai bakat dan minatnya bukan hanya untuk dianggap hebat oleh orang lain.
Dalam pendidikan di sekolah menegah misalnya, seseorang yang mempunyai kelebihan dibidang sosial dan dipaksa mengikuti program studi IPA akan menghasilkan efektifitas pengajaran yang lebih rendah jika dibandingkan peserta didik yang mengikuti program studi yang sesuai dengan bakat dan minatnya. Hal-hal sepeti itulah yang banyak terjadi di Indonesia. Dan sayangnya masalah gengsi tidak kalah pentingnya dalam menyebabkan rendahnya efektifitas pendidikan di Indonesia.
2. Efisiensi Pengajaran Di Indonesia
Efisien adalah bagaimana menghasilkan efektifitas dari suatu tujuan dengan proses yang lebih ‘murah’. Dalam proses pendidikan akan jauh lebih baik jika kita memperhitungkan untuk memperoleh hasil yang baik tanpa melupakan proses yang baik pula. Hal-hal itu jugalah yang kurang jika kita lihat pendidikan di Indonesia. Kita kurang mempertimbangkan prosesnya, hanya bagaimana dapat meraih standar hasil yang telah disepakati.
Beberapa masalah efisiensi pengajaran di dindonesia adalah mahalnya biaya pendidikan, waktu yang digunakan dalam proses pendidikan, mutu pegajar dan banyak hal lain yang menyebabkan kurang efisiennya proses pendidikan di Indonesia. Yang juga berpengaruh dalam peningkatan sumber daya manusia Indonesia yang lebih baik.
Masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia sudah menjadi rahasia umum bagi kita. Sebenarnya harga pendidikan di Indonesia relative lebih randah jika kita bandingkan dengan Negara lain yang tidak mengambil sitem free cost education. Namun mengapa kita menganggap pendidikan di Indonesia cukup mahal? Hal itu tidak kami kemukakan di sini jika penghasilan rakyat Indonesia cukup tinggi dan sepadan untuk biaya pendidiakan.
Jika kita berbicara tentang biaya pendidikan, kita tidak hanya berbicara tenang biaya sekolah, training, kursus atau lembaga pendidikan formal atau informal lain yang dipilih, namun kita juga berbicara tentang properti pendukung seperti buku, dan berbicara tentang biaya transportasi yang ditempuh untuk dapat sampai ke lembaga pengajaran yang kita pilih. Di sekolah dasar negeri, memang benar jika sudah diberlakukan pembebasan biaya pengajaran, nemun peserta didik tidak hanya itu saja, kebutuhan lainnya adalah buku teks pengajaran, alat tulis, seragam dan lain sebagainya yang ketika kami survey, hal itu diwajibkan oleh pendidik yang berssngkutan. Yang mengejutkanya lagi, ada pendidik yang mewajibkan les kepada peserta didiknya, yang tentu dengan bayaran untuk pendidik tersebut.
Selain masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia, masalah lainnya adalah waktu pengajaran. Dengan survey lapangan, dapat kita lihat bahwa pendidikan tatap muka di Indonesia relative lebih lama jika dibandingkan negara lain. Dalam pendidikan formal di sekolah menengah misalnya, ada sekolah yang jadwal pengajarnnya perhari dimulai dari pukul 07.00 dan diakhiri sampai pukul 16.00.. Hal tersebut jelas tidak efisien, karena ketika kami amati lagi, peserta didik yang mengikuti proses pendidikan formal yang menghabiskan banyak waktu tersebut, banyak peserta didik yang mengikuti lembaga pendidikan informal lain seperti les akademis, bahasa, dan sebagainya. Jelas juga terlihat, bahwa proses pendidikan yang lama tersebut tidak efektif juga, karena peserta didik akhirnya mengikuti pendidikan informal untuk melengkapi pendidikan formal yang dinilai kurang.
Selain itu, masalah lain efisiensi pengajaran yang akan kami bahas adalah mutu pengajar. Kurangnya mutu pengajar jugalah yang menyebabkan peserta didik kurang mencapai hasil yang diharapkan dan akhirnya mengambil pendidikan tambahan yang juga membutuhkan uang lebih.
Yang kami lihat, kurangnya mutu pengajar disebabkan oleh pengajar yang mengajar tidak pada kompetensinya. Misalnya saja, pengajar A mempunyai dasar pendidikan di bidang bahasa, namun di mengajarkan keterampilan, yang sebenarnya bukan kompetensinya. Hal-tersebut benar-benar terjadi jika kita melihat kondisi pendidikan di lapangan yang sebanarnya. Hal lain adalah pendidik tidak dapat mengomunikasikan bahan pengajaran dengan baik, sehingga mudah dimengerti dan menbuat tertarik peserta didik.
Sistem pendidikan yang baik juga berperan penting dalam meningkatkan efisiensi pendidikan di Indonesia. Sangat disayangkan juga sistem pendidikan kita berubah-ubah sehingga membingungkan pendidik dan peserta didik.
Dalam beberapa tahun belakangan ini, kita menggunakan sistem pendidikan kurikulum 1994, kurikulum 2004, kurikulum berbasis kompetensi yang pengubah proses pengajaran menjadi proses pendidikan aktif, hingga kurikulum baru lainnya. Ketika mengganti kurikulum, kita juga mengganti cara pendidikan pengajar, dan pengajar harus diberi pelatihan terlebih dahulu yang juga menambah cost biaya pendidikan. Sehingga amat disayangkan jika terlalu sering mengganti kurikulum yang dianggap kuaran efektif lalu langsung menggantinya dengan kurikulum yang dinilai lebih efektif.
Konsep efisiensi akan tercipta jika keluaran yang diinginkan dapat dihasilkan secara optimal dengan hanya masukan yang relative tetap, atau jika masukan yang sekecil mungkin dapat menghasilkan keluaran yang optimal. Konsep efisiensi sendiri terdiri dari efisiensi teknologis dan efisiensi ekonomis. Efisiensi teknologis diterapkan dalam pencapaian kuantitas keluaran secara fisik sesuai dengan ukuran hasil yang sudah ditetapkan. Sementara efisiensi ekonomis tercipta jika ukuran nilai kepuasan atau harga sudah diterapkan terhadap keluaran.
Konsep efisiensi selalu dikaitkan dengan efektivitas. Efektivitas merupakan bagian dari konsep efisiensi karena tingkat efektivitas berkaitan erat dengan pencapaian tujuan relative terhadap harganya. Apabila dikaitkan dengan dunia pendidikan, maka suatu program pendidikan yang efisien cenderung ditandai dengan pola penyebaran dan pendayagunaansumber-sumber pendidikan yang sudah ditata secara efisien. Program pendidikan yang efisien adalah program yang mampu menciptakan keseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan akan sumber-sumber pendidikan sehingga upaya pencapaian tujuan tidak mengalami hambatan.
3. Standardisasi Pendidikan Di Indonesia
Jika kita ingin meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, kita juga berbicara tentang standardisasi pengajaran yang kita ambil. Tentunya setelah melewati proses untuk menentukan standar yang akan diambil.
Dunia pendidikan terus berudah. Kompetensi yang dibutuhka oleh masyarakat terus-menertus berunah apalagi di dalam dunia terbuka yaitu di dalam dunia modern dalam ere globalisasi. Kompetendi-kompetensi yang harus dimiliki oleh seseorang dalam lembaga pendidikan haruslah memenuhi standar.
Seperti yang kita lihat sekarang ini, standar dan kompetensi dalam pendidikan formal maupun informal terlihat hanya keranjingan terhadap standar dan kompetensi. Kualitas pendidikan diukur oleh standard an kompetensi di dalam berbagai versi, demikian pula sehingga dibentuk badan-badan baru untuk melaksanakan standardisasi dan kompetensi tersebut seperti Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP).
Tinjauan terhadap standardisasi dan kompetensi untuk meningkatkan mutu pendidikan akhirnya membawa kami dalam pengunkapan adanya bahaya yang tersembunyi yaitu kemungkinan adanya pendidikan yang terkekung oleh standar kompetensi saja sehngga kehilangan makna dan tujuan pendidikan tersebut.
Peserta didik Indonesia terkadang hanya memikirkan bagaiman agar mencapai standar pendidikan saja, bukan bagaimana agar pendidikan yang diambil efektif dan dapat digunakan. Tidak perduli bagaimana cara agar memperoleh hasil atau lebih spesifiknya nilai yang diperoleh, yang terpentinga adalah memenuhi nilai di atas standar saja.
Hal seperti di atas sangat disayangkan karena berarti pendidikan seperti kehilangan makna saja karena terlalu menuntun standar kompetensi. Hal itu jelas salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia.
Selain itu, akan lebih baik jika kita mempertanyakan kembali apakah standar pendidikan di Indonesia sudah sesuai atau belum. Dalam kasus UAN yang hampir selalu menjadi kontrofesi misalnya. Kami menilai adanya sistem evaluasi seperti UAN sudah cukup baik, namun yang kami sayangkan adalah evaluasi pendidikan seperti itu yang menentukan lulus tidaknya peserta didik mengikuti pendidikan, hanya dilaksanakan sekali saja tanpa melihat proses yang dilalu peserta didik yang telah menenpuh proses pendidikan selama beberapa tahun. Selain hanya berlanhsug sekali, evaluasi seperti itu hanya mengevaluasi 3 bidang studi saja tanpa mengevaluasi bidang studi lain yang telah didikuti oleh peserta didik.
Banyak hal lain juga yang sebenarnya dapat kami bahas dalam pembahasan sandardisasi pengajaran di Indonesia. Juga permasalahan yang ada di dalamnya, yang tentu lebih banyak, dan membutuhkan penelitian yang lebih dalam lagi
Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia juga tentu tidah hanya sebatas yang kami bahas di atas. Banyak hal yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan kita. Tentunya hal seperti itu dapat kita temukan jika kita menggali lebih dalam akar permasalahannya. Dan semoga jika kita mengetehui akar permasalahannya, kita dapat memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia sehingga jadi kebih baik lagi.
Selain beberapa penyebab rendahnya kualitas pendidikan di atas, berikut ini akan dipaparkan pula secara khusus beberapa masalah yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia.
1. Rendahnya Kualitas Sarana Fisik
Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.
Data Balitbang Depdiknas (2003) menyebutkan untuk satuan SD terdapat 146.052 lembaga yang menampung 25.918.898 siswa serta memiliki 865.258 ruang kelas. Dari seluruh ruang kelas tersebut sebanyak 364.440 atau 42,12% berkondisi baik, 299.581 atau 34,62% mengalami kerusakan ringan dan sebanyak 201.237 atau 23,26% mengalami kerusakan berat. Kalau kondisi MI diperhitungkan angka kerusakannya lebih tinggi karena kondisi MI lebih buruk daripada SD pada umumnya. Keadaan ini juga terjadi di SMP, MTs, SMA, MA, dan SMK meskipun dengan persentase yang tidak sama.
2. Rendahnya Kualitas Guru
Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.
Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Persentase guru menurut kelayakan mengajar dalam tahun 2002-2003 di berbagai satuan pendidikan sbb: untuk SD yang layak mengajar hanya 21,07% (negeri) dan 28,94% (swasta), untuk SMP 54,12% (negeri) dan 60,99% (swasta), untuk SMA 65,29% (negeri) dan 64,73% (swasta), serta untuk SMK yang layak mengajar 55,49% (negeri) dan 58,26% (swasta).
Kelayakan mengajar itu jelas berhubungan dengan tingkat pendidikan guru itu sendiri. Data Balitbang Depdiknas (1998) menunjukkan dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan diploma D2-Kependidikan ke atas. Selain itu, dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs baru 38,8% yang berpendidikan diploma D3-Kependidikan ke atas. Di tingkat sekolah menengah, dari 337.503 guru, baru 57,8% yang memiliki pendidikan S1 ke atas. Di tingkat pendidikan tinggi, dari 181.544 dosen, baru 18,86% yang berpendidikan S2 ke atas (3,48% berpendidikan S3).
Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru.
3. Rendahnya Kesejahteraan Guru
Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Berdasarkan survei FGII (Federasi Guru Independen Indonesia) pada pertengahan tahun 2005, idealnya seorang guru menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta. guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. Dengan pendapatan seperti itu, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya (Republika, 13 Juli, 2005).
Dengan adanya UU Guru dan Dosen, barangkali kesejahteraan guru dan dosen (PNS) agak lumayan. Pasal 10 UU itu sudah memberikan jaminan kelayakan hidup. Di dalam pasal itu disebutkan guru dan dosen akan mendapat penghasilan yang pantas dan memadai, antara lain meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, dan/atau tunjangan khusus serta penghasilan lain yang berkaitan dengan tugasnya. Mereka yang diangkat pemkot/pemkab bagi daerah khusus juga berhak atas rumah dinas.
Tapi, kesenjangan kesejahteraan guru swasta dan negeri menjadi masalah lain yang muncul. Di lingkungan pendidikan swasta, masalah kesejahteraan masih sulit mencapai taraf ideal. Diberitakan Pikiran Rakyat 9 Januari 2006, sebanyak 70 persen dari 403 PTS di Jawa Barat dan Banten tidak sanggup untuk menyesuaikan kesejahteraan dosen sesuai dengan amanat UU Guru dan Dosen (Pikiran Rakyat 9 Januari 2006).
4. Rendahnya Prestasi Siswa
Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah. Menurut Trends in Mathematic and Science Study (TIMSS) 2003 (2004), siswa Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi matematika dan di ranking ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi sains. Dalam hal ini prestasi siswa kita jauh di bawah siswa Malaysia dan Singapura sebagai negara tetangga yang terdekat.
Dalam hal prestasi, 15 September 2004 lalu United Nations for Development Programme (UNDP) juga telah mengumumkan hasil studi tentang kualitas manusia secara serentak di seluruh dunia melalui laporannya yang berjudul Human Development Report 2004. Di dalam laporan tahunan ini Indonesia hanya menduduki posisi ke-111 dari 177 negara. Apabila dibanding dengan negara-negara tetangga saja, posisi Indonesia berada jauh di bawahnya.
Dalam skala internasional, menurut Laporan Bank Dunia (Greaney,1992), studi IEA (Internasional Association for the Evaluation of Educational Achievement) di Asia Timur menunjukan bahwa keterampilan membaca siswa kelas IV SD berada pada peringkat terendah. Rata-rata skor tes membaca untuk siswa SD: 75,5 (Hongkong), 74,0 (Singapura), 65,1 (Thailand), 52,6 (Filipina), dan 51,7 (Indonesia).
Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda.
Selain itu, hasil studi The Third International Mathematic and Science Study-Repeat-TIMSS-R, 1999 (IEA, 1999) memperlihatkan bahwa, diantara 38 negara peserta, prestasi siswa SLTP kelas 2 Indonesia berada pada urutan ke-32 untuk IPA, ke-34 untuk Matematika. Dalam dunia pendidikan tinggi menurut majalah Asia Week dari 77 universitas yang disurvai di asia pasifik ternyata 4 universitas terbaik di Indonesia hanya mampu menempati peringkat ke-61, ke-68, ke-73 dan ke-75.
5. Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan
Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat Jenderal Binbaga Departemen Agama tahun 2000 menunjukan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD pada tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa). Pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi. Angka Partisipasi Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54, 8% (9,4 juta siswa). Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.
6. Rendahnya Relevansi Pendidikan Dengan Kebutuhan
Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur. Data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan angka pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%, Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja.

7. Mahalnya Biaya Pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah.
Untuk masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000, — sampai Rp 1.000.000. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta. Masuk SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta.
Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha.
Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang selalu berkedok, “sesuai keputusan Komite Sekolah”. Namun, pada tingkat implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah. Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya.
Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan status itu Pemerintah secara mudah dapat melemparkan tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas. Perguruan Tinggi Negeri pun berubah menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Munculnya BHMN dan MBS adalah beberapa contoh kebijakan pendidikan yang kontroversial. BHMN sendiri berdampak pada melambungnya biaya pendidikan di beberapa Perguruan Tinggi favorit.
Privatisasi atau semakin melemahnya peran negara dalam sektor pelayanan publik tak lepas dari tekanan utang dan kebijakan untuk memastikan pembayaran utang. Utang luar negeri Indonesia sebesar 35-40 persen dari APBN setiap tahunnya merupakan faktor pendorong privatisasi pendidikan. Akibatnya, sektor yang menyerap pendanaan besar seperti pendidikan menjadi korban. Dana pendidikan terpotong hingga tinggal 8 persen (Kompas, 10/5/2005).
Dari APBN 2005 hanya 5,82% yang dialokasikan untuk pendidikan. Bandingkan dengan dana untuk membayar hutang yang menguras 25% belanja dalam APBN (www.kau.or.id). Rencana Pemerintah memprivatisasi pendidikan dilegitimasi melalui sejumlah peraturan, seperti Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, RUU Badan Hukum Pendidikan, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pendidikan Dasar dan Menengah, dan RPP tentang Wajib Belajar. Penguatan pada privatisasi pendidikan itu, misalnya, terlihat dalam Pasal 53 (1) UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dalam pasal itu disebutkan, penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan.
Seperti halnya perusahaan, sekolah dibebaskan mencari modal untuk diinvestasikan dalam operasional pendidikan. Koordinator LSM Education Network for Justice (ENJ), Yanti Mukhtar (Republika, 10/5/2005) menilai bahwa dengan privatisasi pendidikan berarti Pemerintah telah melegitimasi komersialisasi pendidikan dengan menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan ke pasar. Dengan begitu, nantinya sekolah memiliki otonomi untuk menentukan sendiri biaya penyelenggaraan pendidikan. Sekolah tentu saja akan mematok biaya setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu. Akibatnya, akses rakyat yang kurang mampu untuk menikmati pendidikan berkualitas akan terbatasi dan masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial, antara yang kaya dan miskin.
Hal senada dituturkan pengamat ekonomi Revrisond Bawsir. Menurut dia, privatisasi pendidikan merupakan agenda Kapitalisme global yang telah dirancang sejak lama oleh negara-negara donor lewat Bank Dunia. Melalui Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP), Pemerintah berencana memprivatisasi pendidikan. Semua satuan pendidikan kelak akan menjadi badan hukum pendidikan (BHP) yang wajib mencari sumber dananya sendiri. Hal ini berlaku untuk seluruh sekolah negeri, dari SD hingga perguruan tinggi.
Bagi masyarakat tertentu, beberapa PTN yang sekarang berubah status menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN) itu menjadi momok. Jika alasannya bahwa pendidikan bermutu itu harus mahal, maka argumen ini hanya berlaku di Indonesia. Di Jerman, Prancis, Belanda, dan di beberapa negara berkembang lainnya, banyak perguruan tinggi yang bermutu namun biaya pendidikannya rendah. Bahkan beberapa negara ada yang menggratiskan biaya pendidikan.
Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya? Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataannya Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk ‘cuci tangan’.
D. Solusi dari Permasalahan-permasalahan Pendidikan di Indonesia
Untuk mengatasi masalah-masalah di atas, secara garis besar ada dua solusi yang dapat diberikan yaitu:
Pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme (mazhab neoliberalisme), yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan.
Maka, solusi untuk masalah-masalah yang ada, khususnya yang menyangkut perihal pembiayaan –seperti rendahnya sarana fisik, kesejahteraan guru, dan mahalnya biaya pendidikan– berarti menuntut juga perubahan sistem ekonomi yang ada. Akan sangat kurang efektif kita menerapkan sistem pendidikan Islam dalam atmosfer sistem ekonomi kapitalis yang kejam. Maka sistem kapitalisme saat ini wajib dihentikan dan diganti dengan sistem ekonomi Islam yang menggariskan bahwa pemerintah-lah yang akan menanggung segala pembiayaan pendidikan negara.
Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa.
Maka, solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru, misalnya, di samping diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru. Rendahnya prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana pendidikan, dan sebagainya.


4. PENUTUP
A. Kesimpulan
Kualitas pendidikan di Indonesia memang masih sangat rendah bila di bandingkan dengan kualitas pendidikan di negara-negara lain. Hal-hal yang menjadi penyebab utamanya yaitu efektifitas, efisiensi, dan standardisasi pendidikan yang masih kurang dioptimalkan. Masalah-masalah lainya yang menjadi penyebabnya yaitu :
(1). Rendahnya sarana fisik,
(2). Rendahnya kualitas guru,
(3). Rendahnya kesejahteraan guru,
(4). Rendahnya prestasi siswa,
(5). Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,
(6). Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan,
(7). Mahalnya biaya pendidikan.
Adapun solusi yang dapat diberikan dari permasalahan di atas antara lain dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan, dan meningkatkan kualitas guru serta prestasi siswa.
B. Saran
Perkembangan dunia di era globalisasi ini memang banyak menuntut perubahan kesistem pendidikan nasional yang lebih baik serta mampu bersaing secara sehat dalam segala bidang. Salah satu cara yang harus di lakukan bangsa Indonesia agar tidak semakin ketinggalan dengan negara-negara lain adalah dengan meningkatkan kualitas pendidikannya terlebih dahulu.
Dengan meningkatnya kualitas pendidikan berarti sumber daya manusia yang terlahir akan semakin baik mutunya dan akan mampu membawa bangsa ini bersaing secara sehat dalam segala bidang di dunia internasional.
DAFTAR PUSTAKA
Pidarta, Prof. Dr. Made. 2004. Manajemen Pendidikan Indonesia.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Sayapbarat.Wordpress./ 2007/08/29/masalah-pendidikan-di-indonesia.
~ oleh Lhani di/pada Maret 8, 2009.
Data Statistik Guru 2010. Edstats database Indonesia.
Jakarta : PT Tiga Serangkai.