TOP

Hakikat Pembelajaran Matematika

Belajar Bersama
1 April 2011, Wonosobo. Hakekat Matematika. Hakekat Pembelajaran matematika secara spesifik dapat diartikan sebagai berikut : Pembelajaran matematika merupakan suatu kegiatan atau upaya untuk  memfasilitasi siswa dalam mempelajari matematika. Kegiatan tersebut adalah upaya disengaja artinya menuntut persiapan pembelajaran yang sangat detail, inovatif dan kreatif yang mampu menyesuaikan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan pembelajaran kompetensi dalam standar kompetensi – kompetensi dasar dan kekhasan kontekstual kehidupan sehari-hari peserta didiknya. Dalam Pelaksanaan pembelajaran, tugas guru hanya sebagai fasilitator, sedangkan peserta didik aktif mengkonstruksi sendiri pengetahuan, keterampilan dan sikapnya.
Menurut Gagne (dalam Sri Subarinah,2006 : 7), belajar matematika terdiri dari objek langsung dan objek tak langsung.Objek-objek langsung adalah objek-objek yang dari segi wujudnya secara nyata merupakan objek-objek yang pertama-tama dipelajari.Objek-objek langsung dalam pembelajaran matematika terdiri dari: Fakta-fakta matematika, Konsep-konsep matematika, Prinsip-prinsip matematika.Objek-objek tak langsung adalah objek-objek yang dari segi wujudnya secara nyata (secara operasional) tidak segera nampak bahwa objek-objek tersebut merupakan hal-hal yang dipelajari; tetapi hal-hal itu dipelajari sebagai dampak (akibat) dari pembelajaran objek-objek langsung. Objek-objek tak langsung dalam pembelajaran matematika adalah: sikap terhadap matematika, penghargaan terhadap peranan matematika bagi kehidupan manusia, kemampuan memecahkan masalah, kecermatan atau ketelitian dalam mengamati sesuatu, kemampuan berfikir abstrak, dan sebagainya.       
Gagne mengemukakan bahwa keterampilan-keterampilan yang dapat diamati sebagai hasil-hasil belajar disebut kemampuan-kemampuan atau disebut juga kapabilitas. Gagne mengemukakan 5 macam hasil belajar sebagai berikut : Informasi verbal atau kemampuan untuk mengkomunikasikan secara lisan pengetahuannya tentang fakta-fakta,
ketrampilan intelektual atau kemampuan untuk dapat membedakan, menguasai konsep aturan, dan memecahkan masalah, strategi kognitif atau kemampuan untuk mengkoordinasikan serta mengembangkan proses berfikir dengan cara  merekam, membuat analisis dan sintesis, sikap  atau kecenderungan untuk merespon secara tepat terhadap stimulus atas dasar penilaian terhadap stimulus tersebut, dan keterampilan motorik yang dapat dilihat dari segi kecepatan, ketepatan, dan kelancaran gerakan otot-otot serta anggota badan yang diperlihatkan.
TOP

Hakikat Matematika

1 April 2011, Wonosobo. Pendefinisian matematika sampai saat ini belum ada kesepakatan yang bulat, namun demikian dapat dikenal melalui karakteristiknya. Sedangkan karakteristik matematika dapat dipahami melalui hakekat matematika. Hakikat Matematika dapat kita telaah sebagai berikut.

Hudoyo (1979:96) mengemukakan bahwa hakikat matematika berkenan dengan ide-ide, struktur- struktur dan hubungan-hubungannya yang diatur menurut urutan yang logis. Jadi matematika berkenaan dengan konsep-konsep yang abstrak. Selanjutnya dikemukakan bahwa apabila matematika dipandang sebagai struktur dari hubungan-hubungan maka simbol- simbol formal diperlukan untuk membantu memanipulasi aturan-aturan yang beroperasi di dalam struktur-struktur. Sedang Soedjadi (1985:13) berpendapat bahwa simbol-simbol di dalam matematika umumnya masih kosong dari arti sehingga dapat diberi arti sesuai dengan lingkup semestanya.

Berdasarkan uraian di atas, agar supaya simbol itu berarti maka kita harus memahami ide yang terkandung di dalam simbol tersebut. Karena itu, hal terpenting adalah bahwa ide harus dipahami sebelum ide itu sendiri disimbolkan. Misalnya simbol (x, y) merupakan pasangan simbol “x” dan “y” yang masih kosong dari arti. Apabila konsep tersebut dipakai dalam geometri analitik bidang, dapat diartikan sebagai kordinat titik, contohnya A(1,2), B(6,9), titik A (1,2) titik A terletak pada perpotongan garis X = 1 dan y = 2 titik B( 6, 9) artinya titik B terletak pada perpotongan garis X = 6 dan y = 9. Hubungan–hubungan dengan simbol-simbol dan kemudian mengaplikasikan konsep-konsep yang dihasilkan kesituasi yang nyata.

Soedjadi (2000: 1) mengemukakan bahwa ada beberapa definisi atau pengertian matematika berdasarkan sudut pandang pembuatnya, yaitu sebagai berikut:

a) Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisisr secara sistematik

b) Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi

c) Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan dengan bilangan.

d) Matematika adalah pengetahuan fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk.

e) Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logic

f) Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.

Lebih lanjut ditelaah sebagai berikut :

Untuk dapat memahami bagaimana hakikatnya matematika itu, kita dapat memperhatikan pengertian istilah matematika dan beberapa deskripsi yang diuraikan para ahli berikut: Di antaranya, Romberg mengarahkan hasil penelaahannya tentang matematika kepada tiga sasaran utama. Pertama, para sosiolog, psikolog, pelaksana administrasi sekolah dan penyusun kurikulum memandang bahwa matematika merupakan ilmu statis dengan disipilin yang ketat. Kedua, selama kurun waktu dua dekade terakhir ini, matematika dipandang sebagai suatu usaha atau kajian ulang terhadap matematika itu sendiri. Kajian tersebut berkaitan dengan apa matematika itu? bagaimana cara kerja para matematikawan? dan bagaimana mempopulerkan matematika? Selain itu, matematika juga dipandang sebagai suatu bahasa, struktur logika, batang tubuh dari bilangan dan ruang, rangkaian metode untuk menarik kesimpulan, esensi ilmu terhadap dunia fisik, dan sebagai aktivitas intelektual. (Jackson, 1992:750).

Ernest melihat matematika sebagai suatu konstruktivisme sosial yang memenuhi tiga premis sebagai berikut: i) The basis of mathematical knowledge is linguistic language, conventions and rules, and language is a social constructions; ii) Interpersonal social processes are required to turn an individual’s subjective mathematical knowledge, after publication, into accepted objective mathematical knowledge; and iii) Objectivity itself will be understood to be social. (Ernest, 1991:42). Selain Ernest, terdapat sejumlah tokoh yang memandang matematika sebagai suatu konstruktivisme sosial. Misalnya, Dienes mengatakan bahwa matematika adalah ilmu seni kreatif. Oleh karena itu, matematika harus dipelajari dan diajarkan sebagai ilmu seni. (Ruseffendi, 1988:160).

Bourne juga memahami matematika sebagai konstruktivisme sosial dengan penekanannya pada knowing how, yaitu pebelajar dipandang sebagai makhluk yang aktif dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan dengan cara berinteraksi dengan lingkungannya. Hal ini berbeda dengan pengertian knowing that yang dianut oleh kaum absoluitis, di mana pebelajar dipandang sebagai mahluk yang pasif dan seenaknya dapat diisi informasi dari tindakan hingga tujuan. (Romberg, T.A. 1992: 752).

Kitcher lebih memfokuskan perhatiannya kepada komponen dalam kegiatan matematika. (Jackson, 1992:753). Dia mengklaim bahwa matematika terdiri atas komponen-komponen: 1) bahasa (language) yang dijalankan oleh para matematikawan, 2) pernyataan (statements) yang digunakan oleh para matematikawan, 3) pertanyaan (questions) penting yang hingga saat ini belum terpecahkan, 4) alasan (reasonings) yang digunakan untuk menjelaskan pernyataan, dan 5) ide matematika itu sendiri. Bahkan secara lebih luas matematika dipandang sebagai the science of pattern.

Sejalan dengan kedua pandangan di atas, Sujono (1988:5) mengemukakan beberapa pengertian matematika. Di antaranya, matematika diartikan sebagai cabang ilmu pengetahuan yang eksak dan terorganisasi secara sistematik. Selain itu, matematika merupakan ilmu pengetahuan tentang penalaran yang logik dan masalah yang berhubungan dengan bilangan. Bahkan dia mengartikan matematika sebagai ilmu bantu dalam menginterpretasikan berbagai ide dan kesimpulan.

Pengertian yang lebih plural tentang matematika dikemukakan oleh Freudental (1991:1). Dia mengatakan bahwa “mathematics look like a plural as it still is in French Les Mathematiques .Indeed, long ago it meant a plural: four arts (liberal ones worth being pursued by free men). Mathematics was the quadrivium, the sum of arithmetic, geometry astronomy and music, held in higher esteem than the (more trivial) trivium: grammar, rhetoric and dialectic. …As far as I am familiar with languages, Ducth is the only one in which the term for mathematics is neither derived from nor resembles the internationally sanctioned Mathematica. The Ducth term was virtually coined by Simon (1548-1620): Wiskunde, the science of what is certain. Wis en zeker, sure and certain, is that which does not yield to any doubt, and kunde means, knowledge, theory. . Dari sisi abstraksi matematika, Newman melihat tiga ciri utama matematika, yaitu; 1) matematika disajikan dalam pola yang lebih ketat, 2) matematika berkembang dan digunakan lebih luas dari pada ilmu-ilmu lain, dan 3) matematika lebih terkonsentrasi pada konsep. (Jackson, 1992:755).

Selanjutnya, pendapat para ahli mengenai matematika yang lain, di antaranya telah muncul sejak kurang lebih 400 tahun sebelum masehi, dengan tokoh-tokoh utamanya Plato (427–347 SM) dan seorang muridnya Aristoteles (348–322 SM). Mereka mempunyai pendapat yang berlainan. Plato berpendapat, bahwa matematika adalah identik dengan filsafat untuk ahli pikir, walaupun mereka mengatakan bahwa matematika harus dipelajari untuk keperluan lain. Objek matematika ada di dunia nyata, tetapi terpisah dari akal. Ia mengadakan perbedaan antara aritmetika (teori bilangan) dan logistik (teknik berhitung) yang diperlukan orang. Belajar aritmetika berpengaruh positif karena memaksa yang belajar untuk belajar bilangan-bilangan abstrak. Dengan demikian matematika ditingkatkan menjadi mental aktivitas mental abstrak pada objek-objek yang ada secara lahiriah, tetapi yang ada hanya mempunyai representasi yang bermakna. Plato dapat disebut sebagai seorang rasionalis. Aristoteles mempunyai pendapat yang lain. Ia memandang matematika sebagai salah satu dari tiga dasar yang membagi ilmu pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan fisik, matematika, dan teologi. Matematika didasarkan atas kenyataan yang dialami, yaitu pengetahuan yang diperoleh dari eksperimen, observasi, dan abstraksi. Aristoteles dikenal sebagai seorang eksperimentalis. (Moeharti Hadiwidjojo dalam F. Susilo, S.J. & St. Susento, 1996:20).

Sedangkan matematika dalam sudut pandang Andi Hakim Nasution (1982:12) yang diuraikan dalam bukunya, bahwa istilah matematika berasal dari kata Yunani, mathein atau manthenein yang berarti mempelajari. Kata ini memiliki hubungan yang erat dengan kata Sanskerta, medha atau widya yang memiliki arti kepandaian, ketahuan, atau intelegensia. Dalam bahasa Belanda, matematika disebut dengan kata wiskunde yang berarti ilmu tentang belajar (hal ini sesuai dengan arti kata mathein pada matematika).

Sedangkan orang Arab, menyebut matematika dengan ‘ilmu al-hisab yang berarti ilmu berhitung. Di Indonesia, matematika disebut dengan ilmu pasti dan ilmu hitung. Sebagian orang Indonesia memberikan plesetan menyebut matematika dengan “matimatian”, karena sulitnya mempelajari matematika. (Abdusysyakir, 2007:5). Pada umumnya orang awam hanya akrab dengan satu cabang matematika elementer yang disebut aritmetika atau ilmu hitung yang secara informal dapat didefinisikan sebagai ilmu tentang berbagai bilangan yang bisa langsung diperoleh dari bilangan-bilangan bulat 0, 1, -1, 2, – 2, …, dst, melalui beberapa operasi dasar: tambah, kurang, kali dan bagi.

Matematika secara umum ditegaskan sebagai penelitian pola dari struktur, perubahan, dan ruang; tak lebih resmi, seorang mungkin mengatakan adalah penelitian bilangan dan angka. Dalam pandangan formalis, matematika adalah pemeriksaan aksioma yang menegaskan struktur abstrak menggunakan logika simbolik dan notasi matematika; pandangan lain tergambar dalam filosofi matematika.(www.wikipedia.org) Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), matematika didefinisikan sebagai ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan. (Hasan Alwi, 2002:723)

Pernah dalam suatu diskusi ada pertanyaan “unik”. Apa kepanjangan dari Matematika? Dalam benak saya, masak ada kepanjangan Matematika, selama ini yang diketahui kebanyakan orang, Matematika adalah tidak lebih dari sekedar ilmu dasar sains dan teknologi yang tentunya bukan merupakan singkatan. Setelah berpikir agak lama hampir mengalami kebuntuan dalam berpikir, akhirnya narasumber menjelaskan, bahwa Matematika memiliki kepanjangan dalam 2 versi. Pertama, Matematika merupakan kepanjangan dari MAkin TEkun MAkin TIdak KAbur, dan kedua adalah MAkin TEkun MAkin TIdak KAruan. Dua kepanjangan tersebut tentunya sangat berlawanan.

Untuk kepanjangan pertama mungkin banyak kalangan yang mau menerima dan menyatakan setuju. Karena siapa saja yang dalam kesehariannya rajin dan tekun dalam belajar matematika baik itu mengerjakan soal-soal latihan, memahami konsep hingga aplikasinya maka dipastikan mereka akan mampu memahami materi secara tuntas. Karena hal tersebut maka semuanya akan menjadi jelas dan tidak kabur. Berbeda dengan kepanjangan versi kedua, tidak dapat dibayangkan jika kita semakin tekun dan ulet belajar matematika malah menjadi tidak karuan alias amburadul. Mungkin kondisi ini lebih cocok jika diterapkan kepada siswa yang kurang berminat dalam belajar matematika (bagi siswa yang memiliki keunggulan kecerdasan di bidang lainnya) sehingga dipaksa dengan model apapun kiranya agak sulit untuk dapat memahami materi matematika secara tuntas dan lebih baik mempelajari bidang ilmu lain yang dianggap lebih cocok untuk dirinya dan lebih mudah dalam pemahamannya.

Berpijak pada uraian tersebut, menurut Sumardyono (2004:28) secara umum definisi matematika dapat dideskripsikan sebagai berikut, di antaranya:
1. Matematika sebagai struktur yang terorganisir.
Agak berbeda dengan ilmu pengetahuan yang lain, matematika merupakan suatu bangunan struktur yang terorganisir. Sebagai sebuah struktur, ia terdiri atas beberapa komponen, yang meliputi aksioma/postulat, pengertian pangkal/primitif, dan dalil/teorema (termasuk di dalamnya lemma (teorema pengantar/kecil) dan corolly/sifat).

2. Matematika sebagai alat (tool).
Matematika juga sering dipandang sebagai alat dalammencari solusi pelbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari.

3. Matematika sebagai pola pikir deduktif.
Matematika merupakan pengetahuan yang memiliki pola pikir deduktif, artinya suatu teori atau pernyataan dalam matematika dapat diterima kebenarannya apabila telah dibuktikan secara deduktif (umum).

4. Matematika sebagai cara bernalar (the way of thinking).
Matematika dapat pula dipandang sebagai cara bernalar, paling tidak karena beberapa hal, seperti matematika matematika memuat cara pembuktian yang sahih (valid), rumus-rumus atau aturan yang umum, atau sifat penalaran matematika yang sistematis.

5. Matematika sebagai bahasa artifisial.
Simbol merupakan ciri yang paling menonjol dalam matematika. Bahasa matematika adalah bahasa simbol yang bersifat artifisial, yang baru memiliki arti bila dikenakan pada suatu konteks.

6. Matematika sebagai seni yang kreatif.
Penalaran yang logis dan efisien serta perbendaharaan ide-ide dan pola-pola yang kreatif dan menakjubkan, maka matematika sering pula disebut sebagai seni, khususnya merupakan seni berpikir yang kreatif.
Ada yang berpendapat lain tentang matematika yakni pengetahuan mengenai kuantiti dan ruang, salah satu cabang dari sekian banyak cabang ilmu yang sistematis, teratur, dan eksak. Matematika adalah angka-angka dan perhitungan yang merupakan bagian dari hidup manusia. Matematika menolong manusia menafsirkan secara eksak berbagai ide dan kesimpulan-kesimpulan. Matematika adalah pengetahuan atau ilmu mengenai logika dan problem-problem numerik. Matematika membahas faka-fakta dan hubungan-hubungannya, serta membahas problem ruang dan waktu. Matematika adalah queen of science (ratunya ilmu). (Sutrisman dan G. Tambunan, 1987:2-4)

Berdasarkan pelbagai pendapat tentang definisi dan deskripsi matematika di atas, kiranya dapat dijadikan sebagai bahan renungan bagi kita seorang Muslim – terutama bagi pihak yang masih merasa memiliki anggapan “sempit” mengenai matematika. Melihat beragamnya pendapat banyak tokoh di atas tentang matematika, benar-benar menunjukkan begitu luasnya objek kajian dalam matematika. Matematika selalu memiliki hubungan dengan disiplin ilmu yang lain untuk pengembangan keilmuan, terutama di bidang sains dan teknologi. Bagi guru, dengan memahami hakikat definisi dan deskripsi matematika –sebagaimana tersebut di atas- tentunya memiliki kontribusi yang besar untuk menyelenggarakan proses pembelajaran matematika secara lebih bermakna. Diharapkan, matematika, tidak lagi dipandang secara parsial oleh siswa, guru, masyarakat, atau pihak lain. Melainkan mereka dapat memandang matematika secara “jujur” (baca: utuh) yang pada akhirnya dapat memacu dan berpartisipasi untuk membangun peradaban dunia demi kemajuan sains dan teknologi yang dapat memberikan manfaat bagi umat manusia. Lebih-lebih membawa dampak positif bagi umat Muslim, sehingga dapat merasakan kembali bagaimana peradaban Islam dapat menjadi rahmatan lil ‘alamin. [ahf]

Daftar Pustaka

Abdusysyakir. 2007. Ketika Kyai Mengajar Matematika. Malang: UIN-Malang Press
Andi Hakim Nasution. 1982. Landasan Matematika. Bogor: Bhratara
Ernest, P. 1991. The Philosophy of Methematics Education. London: Falmer.
Freudental, H. 1991. Revisiting Mathematics Education. Netherlands: Kluwer Academic Publishers.
Hasan Alwi, dkk. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
http://www.wikipedia.org, diakses 14 Desember 2007.
Jackson, P.W. 1992. Handbook of Reseasrch on Curriculum. New York: A Project of American Educational Research Association.
Moeharti Hadiwidjojo. 1996. “Hubungan Antara Geometri Non-Euclides Klasik dan Dunia Nyata”. Dalam Percikan Matematika. F. Susilo, S.J. dan St. Susento (Ed.). Yogyakarta: Penerbitan Universitas Sanata Dharma.
Romberg, T.A. 1992. Problematic Features of the School Mathematics Curriculum, in J. Philip (Ed.). Handbook of Research on Curriculum. New York: A Project of American Educational Research Association.
Ruseffendi, E.T. 1988. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.
Sujono. 1988. Pengajaran Matematika untuk Sekolah Menengah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sumardyono. 2004. Karakteristik Matematika dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Depdiknas.
Sutrisman dan G. Tambunan. 1987. Pengajaran Matematika. Jakarta: Penerbit Karunika-Universitas Terbuka.


TOP

Hasil Belajar IPA

Pengalaman yang Nyata
25 Maret 2011, Wonosobo. Hasil belajar berkaitan dengan bagaimana siswa belajar. Belajar dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan perilaku yang terjadi melalui pengalaman (Hernawan, 2007; 2.11). Segala perubahan perilaku baik pada aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), maupun psikomotor (keterampilan) yang terjadi karena proses pengalaman, dapat dikategotikan sebagai perilaku hasil belajar. Perubahan-perubahan perilaku yang terjadi secara insting atau terjadi karena kematangan atau perilaku yang terjadi secara kebetulan, tidak termasuk hasil belajar.
Teori belajar yang berkembang pada dasarnya ada tiga yaitu teori belajar disiplin mental atau teori daya (faculty theory), teori behafiorisme, dan teori organismik atau cognitive gestalt field. Namun yang banyak mempengaruhi praktik pelaksanaan belajar adalah teori organismik atau gestalt. Karena teori ini mengacu pada pengertian bahwa keseluruhan lebih bermakna daripada bagian-bagian, tetapi keseluruhan bukan kumpulan dari bagian-bagian. Manusia dianggap sebagai makhluk organisme yang melakukan hubungan timbal balik dengan lingkungan secara keseluruhan. Hubungan ini dijalin oleh stimulus dan respons. Menurut teori ini peran guru sebagai pembimbing bukan penyampai pengetahuan dan siswa sebagai pengolah bahan pelajaran. Belajar berlangsung berdasarkan pengalaman yaitu kegiatan interaksi antara individu dengan lingkungannya.belajar bukan menghafal tetapi memecahkan masalah dan metode yang dipakai adalah metode ilmiah dengan cara siswa dihadapkan pada permasalahan, merumuskan hipotesis, dan pada akhirnya siswa dibimbing untuk menarik kesimpulan.
Prinsip-prinsip teori organismik (gestalt) (Hernawan, 2007;2.13) adalah sebagai berikut:
a.    belajar berdasarkan keseluruhan,
b.    belajar adalah pembentukan kepribadian,
c.    belajar berkat pemahaman,
d.    belajar berdasarkan pengalaman,
e.    belajar adalah suatu proses perkembangan,
f.    belajar adalah proses berkesinambungan,
g.    belajar akan lebih berhasil jika dihubungkan dengan minat, perhatian dan kebutuhan siswa.
Hasil belajar mengacu pada segala sesuatu yang menjadi milik siswa sebagai akibat dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan (Hernawan, 2007: 10.20). Jenis-jenis hasil belajar menurut Bloom (dalam Hernawan, 2007: 10.29) antara lain:
  1. kognitif, yaitu hasil belajar yang berkenaan dengan  pengembangan kemampuan otak dan penalaran siswa,
  2. afektif, yaitu hasil belajar mengacu pada sikap dan nilai yang diharapkan dikuasai siswa setelah mengikuti pembelajaran
  3. psikomotor, yaitu hasil belajar yang mengacu pada kemampuan bertindak.
Dalam kaitannya dengan ini hasil belajar yang diharapkan peneliti meliputi ketiganya. Kognitif siswa dalam IPA dapat meningkat dengan ditunjukkan pada nilai dalam evaluasi melebihi KKM IPA 65, afektif siswa ditunjukkan dengan sikap positif siswa terhadap IPA, timbul minatnya terhadap pelajaran IPA, serta menghilangkan anggapan bahwa IPA adalah pelajaran yang sulit. Sedangkan psikomotor siswa meningkat dengan terampil berhitung dan mengukur.
Hasil belajar dalam pendidikan yang ingin peneliti capai pada penelitian ini meliputi:
a.    hasil belajar kognitif, yang ditunjukkan siswa melalui nilai formatif dapat melebihi KKM IPA 60,
b.    hasil belajar afektif, yaitu tumbuhnya minat siswa dalam pembelajaran IPA,
c.    psikomotor, yaitu meningkatkan keterampilan berhitung dan mengukur siswa.

TOP

Hasil Belajar

Perahuku yang telah usang
28 Maret 2011, Wonosobo. Menurut Dimyati dan Mudjiono, hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran.
Menurut Oemar Hamalik hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Berdasarkan teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif, psikomotor. Perinciannya adalah sebagai berikut:
a)     Ranah Kognitif
Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian.
b)     Ranah Afektif
Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.
c)     Ranah Psikomotor
Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi neuromuscular (menghubungkan, mengamati).

Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan psikomotor karena lebih menonjol, namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah.
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi. Howard Kingsley membagi 3 macam hasil belajar:
a. Keterampilan dan kebiasaan
b. Pengetahuan dan pengertian
c. Sikap dan cita-cita

Pendapat dari Horward Kingsley ini menunjukkan hasil perubahan dari semua proses belajar. Hasil belajar ini akan melekat terus pada diri siswa karena sudah menjadi bagian dalam kehidupan siswa tersebut.
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disintesiskan bahwa hasil belajar adalah suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah dilakukan berulang-ulang. Serta akan tersimpan dalam jangka waktu lama atau bahkan tidak akan hilang selama-lamanya karena hasil belajar turut serta dalam membentuk pribadi individu yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik lagi sehingga akan merubah cara berpikir serta menghasilkan perilaku kerja yang lebih baik.
TOP

Hakikat Belajar Berdasarkan Hasil Belajar IPA

25 Maret 2011, Wonosobo. Berdasarkan karakteristiknya, IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pemahaman tentang karakteristik IPA ini berdampak pada proses belajar IPA di sekolah.
Pengembangan dan Pembelajaran IPA SD Sesuai dengan karakteristik IPA, IPA di sekolah diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam  menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan karakteristik IPA pula, cakupan IPA yang dipelajari di sekolah tidak hanya berupa kumpulan fakta tetapi juga proses perolehan fakta yang didasarkan pada kemampuan menggunakan pengetahuan dasar IPA untuk memprediksi atau menjelaskan berbagai fenomena yang berbeda. Cakupan dan proses belajar IPA di sekolah memiliki karakteristik tersendiri.
Uraian karakteristik belajar IPA dapat diuraikan sebagi berikut.
  1. Proses belajar IPA melibatkan hampir semua alat indera, seluruh proses berpikir, dan berbagai macam gerakan otot. Contoh : untuk mempelajari pemuaian pada benda, kita perlu melakukan serangkaian kegiatan yang melibatkan indera penglihat untuk mengamati perubahan ukuran benda (panjang, luas, atau volume), melibatkan gerakan otot untuk melakukan pengukuran dengan menggunakan alat ukur yang sesuai dengan benda yang diukur dan cara pengukuran yang benar, agar diperoleh data pengukuran kuantitatif yang akurat.
  2. Belajar IPA dilakukan dengan menggunakan berbagai macam cara (teknik). Misalnya, observasi, eksplorasi, dan eksperimentasi. 
  3. Belajar IPA memerlukan berbagai macam alat, terutama untuk membantu pengamatan. Hal ini dilakukan karena kemampuan alat indera manusia itu sangat  terbatas. Selain itu, ada hal-hal tertentu bila data yang kita peroleh hanya berdasarkan pengamatan dengan indera, akan memberikan hasil yang kurang obyektif, sementara itu IPA mengutamakan obyektifitas. Contoh : pengamatan untuk mengukur suhu benda diperlukan alat bantu pengukur suhu yaitu termometer.
  4. Belajar IPA seringkali melibatkan kegiatan-kegiatan temu ilmiah (misal seminar, konferensi atau simposium), studi kepustakaan, mengunjungi suatu objek, penyusunan hipotesis, dan yang lainnya. Kegiatan tersebut kita lakukan semata-mata dalam rangka untuk memperoleh pengakuan kebenaran temuan yang benar-benar obyektif. Contoh : sebuah temuan ilmiah baru untuk memperoleh pengakuan kebenaran, maka temuan tersebut harus dibawa ke persidangan ilmiah lokal, regional, nasional, atau  bahkan sampai tingkat internasional untuk dikomunikasikan dan dipertahankan dengan menghadirkan ahlinya.
  5. Belajar IPA merupakan proses aktif. Belajar IPA merupakan sesuatu yang harus siswa lakukan, bukan sesuatu yang dilakukan untuk siswa. Dalam belajar IPA, siswa mengamati obyek dan peristiwa, mengajukan pertanyaan, memperoleh pengetahuan, menyusun penjelasan tentang gejala alam, menguji penjelasan tersebut dengan cara-cara yang berbeda, dan mengkomunikasikan gagasannya pada pihak lain. Keaktifan secara fisik saja tidak cukup untuk belajar IPA, siswa juga harus memperoleh pengalaman berpikir melalui kebiasaan berpikir dalam belajar IPA.
Para ahli  pendidikan dan pembelajaran IPA menyatakan bahwa pembelajaran IPA seyogianya melibatkan siswa dalam berbagai ranah, yaitu ranah kognitif, psikomotorik, dan  afektif. Keaktifan dalam belajar IPA terletak pada dua segi, yaitu aktif bertindak secara fisik  atau hands-on dan aktif berpikir atau mindson (NRC, 1996:20). Pengembangan dan Pembelajaran IPA SD
TOP

Hakikat IPA Berdasarkan Hasil Belajar

25 Maret 2011, Wonosobo. IPA disiplin ilmu memiliki ciri-ciri sebagaimana disiplin ilmu lainnya. Setiap disiplin ilmu selain mempunyai ciri umum, juga mempunyai ciri husus/karakteristik.
Adapun ciri umum dari suatu ilmu pengetahuan adalah merupakan himpunan fakta serta aturan yang yang menyatakan hubungan antara satu dengan lainnya. Fakta-fakta tersebut disusun secara sistematis serta dinyatakan dengan bahasa yang tepat dan pasti sehingga mudah dicari kembali dan dimengerti untuk komunikasi (Prawirohartono, 1989: 93).
Ciri-ciri khusus tersebut dipaparkan berikut ini.
  1. IPA mempunyai nilai ilmiah artinya kebenaran dalam IPA dapat dibuktikan lagi oleh semua orang dengan menggunakan metode ilmiah dan prosedur seperti yang dilakukan terdahulu oleh penemunya. Contoh : nilai ilmiah ”perubahan kimia” pada lilin yang dibakar. Artinya benda yang mengalami perubahan kimia, mengakibatkan benda hasil perubahan sudah tidak dapat dikembalikan ke sifat benda sebelum mengalami perubahan atau tidak dapat dikembalikan ke sifat semula. html Pengembangan dan Pembelajaran IPA SD 6
  2. IPA merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam.
  3. IPA merupakan pengetahuan teoritis. Teori IPA diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus, yaitu dengan melakukan observasi, eksperimentasi,  penyimpulan, penyusunan teori, eksperimentasi, observasi dan demikian seterusnya kait mengkait antara cara yang satu dengan cara yang lain
  4. IPA merupakan suatu rangkaian konsep yang saling berkaitan. Dengan bagan-bagan konsep yang telah berkembang sebagai suatu hasil eksperimen dan observasi, yang bermanfaat untuk eksperimentasi dan observasi lebih lanjut (Depdiknas, 2006).
  5. IPA meliputi empat unsur, yaitu produk, proses, aplikasi dan sikap. Produk dapat berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum. Proses merupakan prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah; metode ilmiah meliputi pengamatan, penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen, percobaan atau penyelidikan, pengujian hipotesis melalui eksperimentasi; evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan.
Aplikasi merupakan penerapan metode atau kerja ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari. Sikap merupakan rasa ingin tahu tentang obyek, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar. Pengembangan dan Pembelajaran IPA
TOP

Kreatifitas Belajar IPA Model Pembelajaran Jigsaw

Belajar dan Bermain
25 Maret 2011, Wonosobo. Kreatiifitas belajar IPA pada proses belajar IPA. Penelitian tindakan kelas ini berawal dari pemikiran bahwa kreatifitas yang mempunyai fungsi penting dalam kehidupan manusia dan dalam pencapaian hasil belajar siswa di sekolah adalah dapat dikembangkan. Upaya pengembangan kreatifitas biasa dilakukan melalui pelatihan khusus, dan sebenarnya dapat dilakukan melalui pengajaran. Pengajaran yang dirancang untuk mengembangkan kreatifitas siswa adalah pengajaran kreatif, dan salah satu jenisnya adalah pengajaran dengan pendekatan model pembelajaran kooperatif Jigsaw.
Sementara pengajaran dengan pendekatan model pembelajaran Kooperatif Jigsaw dimaksudkan untuk mengembangkan kreatifitas siswa dan mempunyai efek pengiring dapat meningkatkan hasil belajar siswa (Joyce dan Well, 1980). Model pembelajaran Jigsaw, yaitu pengajaran yang menekankan keterlibatan intelektual dan emosi siswa dalam proses belajar-mengajar (Sudjana, 1989) dengan tujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa (Partika, 1987; Wijayanti, 1991), dan menurut Romlah (1988) dapat pula meningkatkan kreatifitas siswa, dalam arti bahwa situasi kelas memungkinkan berkembangnya kreatifitas siswa. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan sikap kreatif  serta minat dan hasil belajar siswa tentang energy dan penggunaanya dengan pendekatan model pembelajaran Kooperatif Jigsaw khususnya.
Melalui kajian teori tentang kreatifitas, khususnya kemampuan berpikir kreatif dan sikap kreatif serta minat dan hasil belajar dengan pendekatan model pembelajaran Kooperatif Jigsaw, maka dalam penelitian tindakan kelas pada "model pembelajaran kooperatif Jigsaw" ini diajukan dua buah hipotesis yang diterapkan pada saat pembelajaran IPA tentang energy dan penggunaannya dengan siswa kelas IV berjumlah 33 orang SD Ma’arif Tieng kec. Kejajar.
TOP

Hakikat Belajar IPA

25 Maret 2011, Wonosobo. Pada dasarnya manusia ingin tahu lebih banyak tentang IPA atau IPA, antara lain sifat IPA, model IPA, dan filsafat IPA. Pada saat setiap orang mengakui pentingnya IPA dipelajari dan dipahami, tidak semua masyarakat mendukung. Pada umumnya siswa merasa bahwa IPA sulit, dan untuk mempelajari IPA harus mempunyai kemampuan memadai seperti bila akan menjadi seorang ilmuan. Ada tiga alasan perlunya memahami IPA antara lain, pertama bahwa kita membutuhkan lebih banyak ilmuan yang baik, kedua untuk mendapatkan penghasilan, ketiga karena tiap kurikulum menuntut untuk mempelajari IPA. Mendefinisikan IPA secara sederhana, singkat dan yang dapat diterima secara universal sangat sulit dibandingkan dengan mendefinisikan ilmu-ilmu lain.
Beberapa ilmuwan memberikan definisi IPA sesuai dengan pengamatan dan pemahamannya. Carin (1993:3) mendefinisikan science sebagai The actiIVty of questioning and exploring the universe and finding and expressing it’s hidden order, yaitu “Suatu kegiatan berupa pertanyaan dan penyelidikan alam semesta dan penemuan dan pengungkapan serangkaian rahasia alam.” IPA mengandung makna pengajuan pertanyaan, pencarian jawaban, pemahaman jawaban, penyempurnaan jawaban baik tentang gejala maupun karakteristik alam sekitar melalui cara-cara sistematis (Depdiknas,2002a: 1).
Belajar IPA tidak sekedar belajar informasi IPA tentang fakta, konsep, prinsip, hukum dalam wujud ‘pengetahuan deklaratif’, akan tetapi belajar IPA juga belajar tentang cara memperoleh informasi IPA, cara IPA dan teknologi bekerja dalam bentuk pengetahuan prosedural, termasuk kebiasaan bekerja ilmiah dengan metode ilmiah dan sikap ilmiah.
Berdasar pada definisi yang telah dikemukakan sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa IPA selain sebagai produk juga sebagai proses tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Pernyataan di atas selaras dengan pendapat Carin yang menyatakan bahwa IPA sebagai produk atau isi mencakup fakta, konsep, prinsip, hukum-hukum dan teori IPA. Fakta merupakan kegiatan-kegiatan empiris di dalam IPA dan konsep, prinsip, hukum-hukum, teori merupakan kegiatan-kegiatan analisis di dalam IPA. Sebagai proses IPA dipandang sebagai kerja atau sesuatu yang harus dilakukan dan diteliti yang dikenal dengan proses ilmiah atau metode ilmiah, melalui keterampilan menemukan antara lain, mengamati, mengklasifikasi, mengukur, menggunakan keterampilan spesial, mengkomunikasikan, memprediksi, menduga, mendefinisikan secara operasional, merumuskan hipotesis, menginterprestasikan data, mengontrol variabel, melakukan eksperimen. Sebagai sikap IPA dipandang sebagai sikap ilmiah yang mencakup rasa ingin tahu, berusaha untuk membuktikan menjadi skeptis, menerima perbedaan, bersikap kooperatif, menerima kegagalan sebagai suatu hal yang positif.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya IPA terdiri atas tiga komponen, yaitu produk, proses, dan sikap ilmiah. Jadi tidak hanya terdiri atas kumpulan pengetahuan atau fakta yang dihafal, namun juga merupakan kegiatan atau proses aktif menggunakan pikiran dalam mempelajari rahasia gejala alam.
Mata pelajaran IPA adalah salah satu mata pelajaran IPA yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir analitis deduktif dengan menggunakan berbagai peristiwa alam dan penyelesaian masalah baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif dengan menggunakan IPA serta dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap percaya diri.
Melalui pelajaran IPA diharapkan para siswa memperoleh pengalaman dalam membentuk kemampuan untuk bernalar deduktif kuantitatif matematis berdasar pada analisis kualitatif dengan menggunakan berbagai konsep dan prinsip IPA (Depdiknas, 2002a: 6).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan dalam pembelajaran IPA untuk meneliti masalah-masalah harus melalui kerja ilmiah, yang disebut metode ilmiah yaitu: merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang dan melaksanakan ekperimen, menganalisis data pengamatan, serta menarik simpulan.
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan hasil kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan, dan konsep yang terorganisir, tentang alam sekitar yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah. Hal ini berarti bahwa IPA harus diajarkan pada siswa secara utuh baik sikap ilmiah, proses ilmiah, maupun produk ilmiah, sehingga siswa dapat belajar mandiri untuk mencapai hasil yang optimal. Kemampuan siswa dalam menggunakan metode ilmiah perlu dikembangkan untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan nyata.
TOP

Hakikat IPA

 25 Maret 2011, Wonosobo. Untuk memahami IPA bisa kita tinjau dari istilah dan dari sisi dimensi IPA. Dari istilah, IPA adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang alam sekitas beserta isinya. Hal ini berarti IPA mempelajari semua benda yang ada di alam, peristiwa, dan gejala-gejala yang muncul di alam. Ilmu dapat diartikan sebagai suatu pengetahuan yang bersifat objektif. Jadi dari sisi istilah IPA adalah suatu pengetahuan yang bersifat objektif tentang alam sekitar beserta isinya.
Hakekat IPA ada tiga yaitu IPA sebagai proses, produk, dan pengembangan sikap. Proses IPA adalah langkah yang dilakukan untuk memperoleh produk IPA. Proses IPA ada dua macam yaitu proses empirik dan proses analitik. Proses empirik suatu proses IPA yang melibatkan panca indera. Yang termasuk proses empirik adalah observasi, pengukuran, dan klasifikasi.

TOP

Mengapa Harus 20%

15/03/2011, REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-–Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia, Sulistio menyatakan ada kegelisahan mendalam diantara para guru honorer saat ini. Pasalnya Pemerintah mematok dana kegiatan untuk guru dan administrasi maksimal 20 persen.

’’Ada ketentuan BOS yang menyatakan dana kegiatan guru dan tenaga administrasi maksimal 20 persen, tapi saat ini banyak sekolah yang masih menggunakan guru-guru honorer,’’ paparnya ketika dihubungi Republika, Senin (31/1).

Menurut anggota Dewan Perwakilan Daerah dapil Jawa Tengah ini, dampak yang bisa terjadi atas keputusan ini, sekolah khususnya swastajadi berpikir untuk mengurangi jumlah guru honorer. Sehingga banyak guru honorer terancam menjadi pengangguran. ’’Banyak sekali guru honorer, jadi harusnya peraturan jangan sekaku itu,’’ paparnya.

Lagipula, menurutnya, banyak sekolah yang masih membutuhkan guru honorer. Guru-guru honorer inipun sebenarnya bekerja hampir sama beratnya dengan guru negeri (PNS). ’’ banya Perlindungan profesi salah satunya upah yang wajar terutama guru honor dan swasta kerja penuh tapi ga serius diatur,’’ ucapnya.

Ditempat lain, Wakil Menteri Pendidikan Fasli Jalal menyatakan, memang ada pembatasan maksimal 20 persen untuk kegiatan guru dan tenaga admnistrasi. Pembatasan ini dilakukan agar penggunaan dana BOS tidak terkendala berbagai hal, contohnya kekurangan dana. ’’Jadi sebenarnya begini untuk kegiatan operasional sekolah ada anggaran untuk gaji dan non gaji, yang disebut BOS itu ialah non-gaji,’’ paparnya.

Ia mengakui kenyataan di lapangan, kadang dana BOS itu digunakan untuk membiayai guru honorer, begitu juga disekolah swasta. Akan tetapi kadang hal itu malah kebablasan. ’’Kalau sekolah swasta memang tidak ada pembatasan karena biasanya dana BOS dipakai untuk gaji guru,’’ urainya.

Ia pun menilai, guru-guru honorer tak perlu khawatir, karena saat ini aturan untuk pegawai non PNS yang dibayar honorarium masih terus dibicarakan. ’’Jadi ada cara untuk membayar gaji guru honorer tanpoa menggunakan dana BOS,’’ ucapnya.

Sebagai informasi pengaturan ini ada di petunjuk teknis penggunaan dana BOS tahun 2011. Pada halaman 19 berbunyi, maksimum penggunaan dana untuk belanja pegawai bagi sekolah negeri sebesar 20 persen. Penggunaan dana untuk honorarium guru honorer di sekola agar mempertimbamngkan rasio jumlah siswa dan guru sesuai dengan ketentuan pemerintah yang ada dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional no.15 tahun 2010 tentang SPM Pendidikan Dasar di kabupaten/kota.
TOP

Mengapa Dipersulit Jika Bisa Dipermudah ?

07/03/11, Seminar PTK FKKG kemarin berlangsung di rumah makan Wonoboga, Wonosobo, pada hari senin, 07 Maret 2011 dari pukul 08.00 sampai pukul 15.00 WIB. Dihadiri oleh bapak H. Mustangin, SPd (Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga Kab. Wonosobo). Peserta berjumlah kurang lebih 60 peserta. Terdiri dari empat kecamatan yaitu Kec. Mojotengah, Kec. Watumalang, Kec. Garung, dan Kec. Kejajar. Dalam kesempatan tersebut sambutan dari Bapak Mustangin menyangkut masalah guru yang jarang sakali menulis sebuah artikel. Mayoritas Guru kesulitan dalam menlis sebuah artikel dalam PTK. Maka dari itu untuk mengatasi hal tersebut harus dilakukan upaya dari guru itu sendiri untuk belajar menulis sebuah karya atau artikel. Salah satunya melalui PTK (Penelitian Tindakan Kelas). Bapak Mustangin mengajak guru untuk rajin menulis dan membaca dengan menceritakan sebuah kisah ketika beliau di UNSIQ (universitas Sains Al Qur'an) bersama mbah Muntaha (almarhum) ditanya dari orang Singapura mengapa mbah Muntaha sampai umur 100 tahun masih sehat beliau menjawab karena saya gemar membaca. Nah salah satu dari keuntungan dari membaca salah satunya kita akan sehat.

Acara seminar tersebut diisi dengan acara presentasi PTK dari para peserta FKKG I. Dalam acara tersebut peserta menampilkan power poin untuk menyajikan PTK yang mereka buat. PTK yang bermanfaat untuk kenaikan pangkat bagi guru khususnya. Sekarang menjadi perhatian semua guru. Dimana guru bukan hanya dituntut dalam kinerjanya tetapi juga harus dapat membuat laporan PTK.

Dengan berbagai alasan banyak guru yang pangkatnya mentok hanya sampai golongan IV A. Alasan mereka tidak ke golongan IV B adalah kesulitan dalam menulis PTK disamping itu pengurusan ke Golongan IV B masih melalui birokrasi yang berbelit-belit kilahnya. Sehingga tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan dengan hasil yang akan didapat setelah kenaikan pangkat tersebut. Hal ini menjadikan kenaikan pangkat maksimal guru seolah hanya IV A. Diharapkan nantinya guru dapat memiliki golongan yang lebih. Jangan sampai diatas adanya samboyan kenapa dipermudah jika dapat dipersulit.
TOP

LAPORAN KAJIAN KRITIS 2

WASPADAI GEJALA KANKER MULUT
Karya PROF. DR. Dr. MELANIE S. DJAMIL, M. BIOMED.
Oleh  Yayah F.R


PENDAHULUAN
    08/03/11, Tulisan ini menyajikan sebuah kajian  tentang kesehatan, secara khusus yakni kesehatan mulut. Dijelaskan secara terperinci tentang penyakit kanker mulut dengan ciri- ciri dan penyebabnya.
    Tulisan oleh Prof. Dr. Drg. Melanie S. Djamil, M. Biomed dari Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti Jakarta yang dimuat di harian Joglosemar,terbit hari Jumat ,12 Nopember 2010 dipilih karena topik yang dimuat sederhana, namun sangat bermanfaat.
    Beberapa manfaat yang dapat kita peroleh dari tulisan ini adalah : kita menjadi tahu tentang penyakit kanker  mulut, mengetahui gejala- gejalanya, sehingga bisa  mewaspadai hal- hal yang dapat menyebabkan gejala kanker mulut.

RANGKUMAN
    Gejala- gejala penyakit kanker mulut : Adanya benjolan di rongga mulut disertai bercak putih, rasa sakit serta luka atau sariawan yang tidak sembuh- sembuh, kesulitan menelan hingga sakit pada rongga mulut, jika memakai gigi tiruan menjadi tidak fit lagi, terjadi perubahan suara, kesulitan menggerakkan rahang, mengunyah dan menelan, kebas atau baal pada lidah atau bagian rongga mulut, pendarahan, dan penurunan berat badan.
    Penyebab penyakit ini adalah jamur yang tumbuh karena  beberapa hal diantaranya:  gaya hidup yang buruk misalnya merokok, konsumsi alkohol, terlalu banyak mengkonsumsi makanan siap saji, pemakaian obat- obatan tertentu dalam waktu lama.Pencegahannya bisa dilakukan dengan cara menggosok gigi secara teratur utama sebelum tidur dan pola hidup sehat.

KRITIK
    Artikel ini sangat bagus dan sangat bermanfaat untuk menambah wawasan kesehatan. Sedikit kelemahan dari artikel ini adalah tidak menjelaskan pengobatan atau tindakan kuratifnya.

SIMPULAN
    Dengan membaca dan mengkaji tulisan ini  kita menjadi tahu dan jelas tentang penyakit kanker mulut sehingga kita bisa melakukan tindakan preventif sekaligus kuratifnya, karena dengan begitu dapat menambah harapan hidup lebih panjang.

REFERENSI
    Artikel Tips Sehat “ Mencegah Kanker Mulut “ harian Joglosemar terbit hari Jumat 12 Nopember 2010 halaman 16.